Gagasan di Media Massa
TAHUN 1997, Uwes Qorny bersuara lewat Harian Merdeka, Jakarta, mengenai pembentukan Provinsi Banten. Perang pena, pro dan kontra pun terjadi. Salah seorang yang kontra-Provinsi Banten adalah Gubernur Jawa Barat sendiri, H. R. Nuriana, meski pada hari-hari berikutnya Gubernur Nuriana ikhlas melepaskan Banten jadi provinsi.
Tahun 1998, Uwes Qorny berkeliling sendiri baik di Bandung maupun di Banten, bukan jadi wisatawan, melainkan mengajak para aktivis memperjuangkan kembali pembentukan Provinsi Banten. Mengapa berkeliling sendiri? Soalnya, gagasannya yang dimuat harian Merdeka itu dirasakannya tanpa reaksi cepat. Harian Jayakarta tidak kalah gencar mengangkat kembali isu pembentukan Provinsi Banten itu. Tanggal 4 Juni 1998, anak terbit Suara Pembaharuan ini “merintih” karena kabupaten-kabupaten di Banten tergolong miskin.
Bahkan, dua kabupatennya, Lebak dan Pandeglang, paling miskin di Jawa Barat, diindikasikan dengan paling banyak desa miskinnya di kedua kabupaten yang bertetangga itu. Dua kabupaten yang tidak begitu jauh dari Jakarta ini ternyata kondisinya sangat menyedihkan jika dibandingkan dengan kabupaten lain.
“Saya menulis berita itu dengan penuh perasaan, keterpanggilan moral. Kabupaten tempat saya dibesarkan dan dilahirkan ini mestinya minimal sejajar dengan kabupaten lain di wilayah sana,” kata Syam Nursaputra, wartawan Jayakarta yang kemudian ikut bersorak ketika Banten jadi provinsi. Sebelum menulis berita, Syam berdiskusi dengan Ketua KUMALA, Deddy S. Wihardja, S.E. Tentu saja, Deddy amat setuju dimunculkannya kembali isu pembentukan Provinsi Banten itu. Bagi KUMALA, perjuangan pembentukan Provinsi Banten memang sudah sejak lama diagendakan. Kenyataan objektifnya, Banten “wajib” jadi provinsi tersendiri.
Cerita Syam Nursaputra, seperti hasil pengamatannya, ketika itu warga baru berani bisik-bisik saja (tetapi akhirnya santer juga terdengar) membicarakan kemungkinan pembentukan Provinsi Banten. “Saya tangkap bisik-bisik mereka, saya tulis, dan jadilah berita,” kata Syam. “Itu aspirasi yang perlu diangkat ke permukaan,” tambah Syam Nursaputra.
Bukan saja pada harian Jayakarta, koran terbesar di Jawa Barat, Pikiran Rakyat, memuat “perang pena” mengenai Provinsi Banten. Gagasan pembentukan Provinsi Banten bergulir pula melalui satu-satunya penerbitan pers di Banten ketika itu, Banten Ekspres, (1999), lewat tulisan Uwes Qorny.
Harian Umum Republika (1999), memuat pernyataan Sumitro, seorang pakar pemerintahan, bahwa Jawa Barat perlu dimekarkan jadi tiga provinsi : Jawa Barat Tengah (Priangan), Banten, dan Jawa Barat Utara (Cirebon, Subang, Indramayu, Kuningan, dan Majalengka).
Setelah itu, tidak terhitung lagi opini, komentar, laporan khusus, dan lain-lain seputar dan sekitar pembentukan Provinsi Banten - termasuk melalui media massa elektronik (radio dan televisi).
Maraknya isu pembentukan provinsi Banten dalam media massa, baik yang pro maupun yang kontra, akhirnya jadi publikasi juga, yang sekaligus meringankan beban para aktivis dalam menyebarkan dan menyuburkan gagasan-gagasannya.
Diskusi dan Demonstrasi
Tahun 1998, berlangsung diskusi terbatas di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, yang dihadiri unsur KUMALA, eksponen Angkatan 66, birokrat, tokoh masyarakat, pimpinan DPRD Lebak, dan lain-lain. Peserta diskusi terbatas yang hadir ketika itu, antara lain, Drs. H. Uwes Qorny, H. Hasan Alaydrus, Drs. H. Deddy A. Soepardi, Halimi, Tony, Drs. Saifullah Saleh, R. Ilyas Martadjaya, S.H. , Koswara Poerwasasmita, S.H. , Taufik Rakhman, S.H., Drs. Ganda Sungkawa, Drs. Pelly Sutadidjaja, Drs. Muhammad Mansur, dan Hikmat Sjadeli.
Di Pandeglang pun terjadi diskusi terbatas serupa, dihadiri Drs. H. Uwes Qorny, H. Menon, H. Rifa’i, Aan Heryana, Matin, dan lain-lain dengan topik diskusi kemungkinan diteruskannya kembali perjuangan pembentukan Provinsi Banten. Juga, di Serang, diskusi serupa digelar, dengan topik yang sama, dihadiri aktivis PGRI H. Sanuri Almaariz, H. Djunaedi As’ad, Drs. H. Rafiuddin Akhyar, Uu Mangkusasmita, dan Drs. H. Uwes Qorny.
Diskusi di ketiga kabupaten itu tidak segera ditindaklanjuti, antara lain, karena menghadapi kendala teknis pengorganisasian. Meski begitu, gerakan pembentukan Provinsi Banten ibarat air mengalir, terus menerobos mencari peluang. Di samping diskusi, para mahasiswa - baik yang ada di Banten maupun yang ada di luar Banten - bahkan kemudian melancarkan aksi demonstrasi tuntutan pembentukan Provinsi Banten di DPRD I Jawa Barat (1999).
2. PEMATANGAN
Pembentukan KPPB
Sebelum gagasan pembentukan Provinsi Banten dipublikasikan dan diperjuangkan kembali lebih jauh, sejumlah tokoh pergerakan Provinsi Banten membentuk sebuah organisasi, lengkap dengan anggaran dasar, pengorganisasian pergerakan, dan lain-lain yang mengarah pada realisasi pembentukan Provinsi Banten secara demokratis dan konstitusional.
Sebuah pergerakan tanpa pengorganisasian, pada akhirnya bisa berantakan juga. Orang yang dibutuhkan di sini seorang manajer, bukan seorang ketua semata. Idealnya, seorang ketua, juga seorang manajer.
Pembentukan Komite Pembentukan Provinsi Banten, disingkat KPPB, didasarkan pada keinginan mewujudkan sebuah cita-cita demi masa depan Banten yang lebih baik. KPPB dibentuk sebagai wadah penghimpunan semua potensi yang konstruktif dan produktif demi kelancaran terwujudnya Provinsi Banten. KPPB tidak bersifat permanen, hanya sampai terbentuknya Provinsi Banten secara definitif, dan dapat dibubarkan setelah terbentuknya Provinsi Banten. Jadi, KPPB bisa bubar setelah kau kuantar ke gerbang provinsi.
KPPB lahir pada 18 Juli 1999, dengan ketua Uwes Qorny dan sekretaris Uu Mangkusasmita. Anggota pengurus KPPB 43 orang (Lampiran I). Gerakan pertama KPPB, mensosialisasikan deklarasi dan tekad memperjuangkan kembali pembentukan Provinsi Banten.
Naskah deklarasi yang mirip-mirip naskah proklamasi kemerdekaan RI itu (lihat dalam boks) , aslinya ditulis tangan, ditandatangani empat deklarator, terdiri dari Uwes Qorny, Uu Mangkusasmita, Raden Burnama, Ir. M. Eng., dan Sofyan Ikhsan.
Bukan Generasi Pertama
Generasi pertamakah mereka dalam gerakan pembentukan Provinsi Banten? Tidak seorang pun dari anggota pengurus yang mengaku begitu. Tidak pula Uwes Qorny atau Uu Mangkusasmita. Dalam setiap kesempatan pertemuan atau pidato-pidato, Uwes Qorny selalu mengaitkan perjuangannya dengan perjuangan generasi terdahulu.
Mereka tahu, ada generasi sebelumnya yang memperjuangkan pembentukan Provinsi Banten dengan segala suka dan dukanya. Kalau mereka disebut generasi pertama yang tergugah kembali memperjuangkan pembentukan Provinsi Banten pada era reformasi, tampaknya, tidak akan ada yang membantahnya.
Demi Kekompakan
Tidak lama setelah KPPB berdiri, rakyat Banten yang juga tergugah memperjuangkan kembali pembentukan Provinsi Banten mendirikan kelompok yang senafas. Apa pun, akhirnya gagasan pembentukan Provinsi Banten dari hari ke hari semakin marak, semakin meluas, dan semakin menguat.
Untuk mengorganisasikan kelompok-kelompok tersebut, lahirlah sebuah badan koordinasi dengan nama Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten, disingkat BKPPB, diketuai H. Tryana Sjam’un, S.E dan sekretarisnya Drs. H. Farich Nachril, M.B.A.
Peran Mendagri dan Otda Soerjadi Sudirdja amat besar dalam pembentukan BKPPB ini. Dalam kapasitasnya sebagai urang Banten, Soerjadi menginginkan wadah yang memperjuangkan pembentukan Provinsi Banten itu satu saja demi terpeliharanya kekompakan.
Tema Sentral Kampanye
Musim kampanye Pemilu 1999 tiba. Maka, isu dukungan pembentukan provinsi datang dari para politisi terus menguat. Bagi jurkam, rasanya, bagai masakan tanpa garam kalau berkampanye di Banten tanpa “cubitan” gagasan pembentukan Provinsi Banten.
Para jurkam nasional khususnya, kalau berkampanye di Banten, tidak luput dari pernyataan dukungan terhadap pembentukan Provinsi Banten, seperti disampaikan Ketua DPP PAN Prof. Dr. H. Amien Rais dan Ketua DPP MKGR Ny. Mien Soegandhi.
Tidak ketinggalan, Ketua Partai Daulat Rakyat (PDR) Jawa Barat Drs. H. Uwes Qorny selalu membidik pembentukan Provinsi Banten sebagai tema sentral kampanye. Jurkam di daerah pun ber”paduan suara” mendukung pembentukan Provinsi Banten.
Pokoknya, Banten Yes!
Jauh sebelum RUU Provinsi Banten diresmikan, sebenarnya Banten sudah jadi “provinsi”, setidak-tidaknya pada spanduk di jalan-jalan utama , pada kaos oblong, pada stiker di mobil dan motor, pada topi dan ikat kepala, juga pada edaran dan selebaran.
Bunyi pada spanduk dan stiker ada yang menggunakan bahasa baku resmi, bahasa sehari-hari, bahasa lokal, dan ada pula bahasa yang mengandung dan mengundang senyum. Ungkapan seadanya, dengan bahasa sederhana, muncul di sana-sini. Bukan soal tata bahasa, atau rangkaian kata-kata, melainkan misi komunikasinya. Itu saja.
Pokoknya, Provinsi Banten, yes! seperti bunyi salah sebuah spanduk. Rakyat kecil pun banyak yang ikut menyuarakan Provinsi Banten pada saat-saat merekalah yang sebenarnya paling merasakan beban berat dampak krisis ekonomi tahun-tahun terakhir abad ini, di negeri ini.
Jangan-Jangan…Akan Ditunda Lagi
Mendagri dan Otonomi Daerah, Surjadi Soedirdja, yang asli urang Banten itu, tidak mudah meng-goal-kan aspirasi rakyat sekampung halamannya sebelum segala prosesi pembentukan Provinsi Banten ditempuh secara formal dan prosedural.
Rapat paripurna pembahasan RUU Pembentukan Provinsi Banten di DPR-RI sempat tertunda sampai tiga kali (17 Maret, 22 Mei, dan 8 September). Belum diketahui pasti alasan penundaan itu kecuali soal teknis dan administratif. Menyangkut soal substantif? Inilah yang dikhawatirkan rakyat Banten. Jangan-jangan….akan ditunda lagi seperti hari-hari sebelumnya.
Rakyat Banten hampir saja kecewa, bahkan di antara mereka ada yang berniat melancarkan aksi demonstrasi besar-besaran dengan menduduki jalan tol dan Bandara Soekarno-Hatta. Ah, masa?
“Kalau tidak disetujui, jadi negara Banten saja, mengapa tidak? Bukankah dahulu pun Banten sebuah negara, sebuah kesultanan?” kata Ketua Sub KPPB Kabupaten Lebak, H. Mulyadi Jayabaya, berkelakar.
Tidak heran, karena memang karakteristik Mulyadi Jayabaya sering-sering meledak-ledak. Kalau karakteristiknya tidak meledak-ledak, itu Mulyadi lain, Yas’a Mulyadi yang bupati Lebak.
Gedung Biru di jalur Rangkasbitung – Pandeglang, sering jadi tempat pertemuan para aktivis pembentukan Provinsi Banten. Bukan saja Gedung Biru, malah beberapa kendaraan bus atau truk milik Mulyadi pun sering jadi angkutan gratis massa pro-Provinsi Banten, misalnya ketika ramai-ramai mendatangi gedung DPR.
Habibie dan Gus Dur : “Sampaikan ke DPR !”
Presiden Habibie berkunjung ke Banten, suatu hari, pada tahun 1999. Kunjungannya yang kali pertama jadi presiden itu dipusatkan di Pondok Pesantren Darul Iman, Kabupaten Pandeglang. Maka, itu kesempatan emas bagi ulama Banten untuk menyampaikan aspirasi pembentukan Provinsi Banten kepada Presiden Habibie. Bebas bertanya, tanpa harus ada skenerio sebelumnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Darul Iman, K.H.Aminuddin, L.M.L. yang juga sekaligus mewakili ulama di Banten, jadi juru bicara penyampaian aspirasi pembentukan Provinsi Basnten itu. Dalam jawabannya ketika itu, Rudy - panggilan akrab Presiden Habibie - menyerahkan uruasannya kepada para anggota DPR
Jawaban yang sama disampaikan pula Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dalam acara dialog, di Pondok Pesantren Nurul El-Falah, Petir, Kabupaten Serang, seusai salat Jumat. “Sampaikan saja ke DPR,” jawab Presiden Wahid, alias Gus Dur, pendek saja.
Baik Habibie mapun Gus Dur, tentu saja, tidak akan menjawab setuju atau tidak setuju karena ada lembaga yang berkompeten untuk itu. Mereka tahu porsi dan posisi masing-masing. Oh, alangkah indahnya kalau kebiasaan menyadari porsi dan posisi masing-masing itu jadi budaya - dan melekat di lingkungan pejabat.
Pusat Bersahabat
Kini, zaman “Orde Reformasi”, anggota DPR-RI, pejabat, pengusaha, tokoh masyarakat, ilmuawan, pelawak, dan pendekar asal Banten, oramng biasa, atau orang yang punya kaitan emosional dengan Banten tetapi tinggal di Jakarta, seperti sudah dikomandokan mendukung penuh pembentukan Provinsi Banten.
Semua itu sangat berbeda dengan reaksi pejabat pada tahun 1960-1980-an. Boleh jadi, ketika itu, karena tidak ada isyarat “lampu hijau” dari Pemerinah Pusat, maka para pejabat bawhan pun manggut-manggut saja.
Tampak tidak ada lagi taktik penggalangan seperti yang dilakukan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Tidak ada pula utusan yang bisik-bisik kepada aktivis perjuangan pembentukan kembali Provinsi Banten seperti dilakukan utusan Ali Murtopo.
Juga, usaha pengalihan perhatian seperti yang dilakukan Kodam Siliwangi, tidak ada. Boleh jadi, kini, Pemerintah Pusat tidak pernah gusar. Kalau rakyat Banten menuntut merdeka, itu boleh jadi pejabat pusat terperangah.
Pengguliran Isu pembentukan Provinsi Banten pada hari-hari menjelang pemilu 1999, ternyata jadi nilai tambah. Soalnya, jurkam dari pusat pun ikut nimbrung mendukung pembentukan Provinsi Banten.
Soal apakah dukungan itu hanya untuk mendongkrak perolehan suara di Banten atau benar-benar keluar dari sanubari, itu perkara lain. Ah, husnu ‘dz-dzan saja. Kesimpulannya, pusat bersahabat. Semua itu dirasakan benar para aktivis perjuangan pembentukan Provinsi Banten. Apalagi, banyak orang Banten yang sudah jadi orang sukses di di pusat – dan mereka mendukung penuh.
DPRD di Banten Setuju
DPRD di kabupaten dan kota se-Wilayah I Banten tentu saja amat berperan dalam pembentukan Provinsi Banten. Sekiranya keenam DPRD itu mogok menyalurkan aspirasi warga, maka betapa akan rumitnya pembentukan Provinsi Banten itu. Syarat adanya persetujuan dan rekomendasi dari DPRD memang tak bisa ditawar-tawar lagi.
DPRD Pandeglang tercatat yang kali pertama menyetujui dan merekomendasikan pembentukan Provinsi Banten, menyusul DPRD Lebak, sampai akhirnya semua DPRD se-Wilayah I Banten “berjamaah” menyetujui dan merekomendasikannya.
Juga, peran DPR-RI tidak boleh diabaikan. Sekiranya fraksi-fraksi di DPR-RI menolak pembentukan Provinsi Banten, meski DPRD se-Wilayah I Banten sudah setuju, tentu akan terhambat juga.
Aksi-aksi demonstrasi penyaluran aspirasi ke DPRD di kabupaten dan kota memang marak. “Peran DPRD menampung aspirasi warga. Dari Lebak misalnya, aspirasi itu kami sampaikan apa adanya,” kata Ketua DPRD H..M. Sudirman.
Memang, DPRD harus jadi “pipa” penyalur air minum. Jangan sampai terjadi, yang dikucurkan air susu, ternyata yang keluar air mata – misalnya. Namun, jangan mutlak seperti pipa penyalur air yang rela terkubur tanah selama-lamanya.
DPRD Jawa Barat?
Kalau DPRD di kabupaten dan kota bersahabat, juga DPR-RI, ternyata sejumlah anggota DPRD Jawa Barat kemudian terungkap banyak yang tidak menyetujuinya.
Ironisnya, malah beberapa anggota DPRD yang mewakili daerah pemilihan Provinsi Banten justru menghambat pembentukan Provinsi Banten. Ah, yang bener? Begitulah kata koran.
Kini, setelah Banten jadi provinsi, dan para anggota DPRD I Jawa Barat yang dulu menghambat itu? Mereka memang “hijrah” secara otomatis. Tidak salah, tetapi moralitasnya bagaimana? Barangkali, para wakil rakyat itu punya dalil begini : “Lebih baik bersikap tidak kemudian ya daripada bersikap ya kemudian tidak. Begitukah?
Jumlah anggota DPRD Jawa Barat yang “hijrah” otomatis itu ada 16 orang, di antaranya 4 anggota saja yang berasal dari Banten. Dengan demikian, anggota DPRD Jawa Barat yang mewakili daerah pemilihan Banten ada 12 orang.
Sikap Para Bupati
Maraknya aksi demonstrasi penyaluran aspirasi ke DPRD disaksikan, terasa oleh para bupati dan walikota di Wilayah I Banten? Benarkah para bupati dan wali kota itu pasif saja? Bisa benar begitu.
Pasalnya, Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana ketika maraknya tuntutan pembentukan Provinsi Banten itu minta agar para bupati atau wali kota tidak besikap, artinya tidak mendukung dan tidak pula menyeponsori, kecuali harus mendengar dan mengamati perkembangan secara objektif.
Gubernur Nuriana menyampaikan hal itu, antara lain, ketika didesak tanya wartawan mengenai semakin maraknya aksi demonstrasi tuntutan pembentukan Provinsi Banten. Namun, Pak Gubernur, beberapa bupati kemudian buka suara pula. Pad akhirnya mereka harus mendukung pembentukaan Provinsi Banten itu sejak dini.
3. EMPAT OKTOBER BERSEJARAH
Hari Libur Tidak Resmi
Tibalah saatnya, rapat paripurna RUU Pembentukan Provinsi Banten akan digelar di DPR, pada tanggal 4 Oktober 2000. Rakyat Banten dari berbagai strata dan kalangan spontan mempersiapkan diri berangkat ke Jakarta, baik naik truk, naik kendaraan pribadi, naik bus carteran, dan lain-lain, untuk menyaksikan Rapat Paripurna DPR.
Apa pun, bagi urang Banten, yang penting sampai di Jakarta. Pusat pemerintahan di kabupaten dan kota nyaris sepi, karena PNS-nya banyak yang berangkat ke Jakarta. Praktis, tanggal 4 Oktober 2000 itu laiknya hari libur. Apalagi para PNS itu ngikutin babe. Bupati/Walikota dan Ketua DPRD berangkat pula ke Jakarta.
Halaman gedung DPR-RI, semakin siang, semakin padat pengunjung. Praktis, kelompok-kelompok demonstran lain di halaman gedung DPR-RI (maklum, zaman aksi demonstrasi), pada hari itu, “tenggelam” oleh “lautan” massa rakyat Banten.
Waktu menjelang zuhur, RUU Pembentukan Provinsi Banten disahkan. Rapat paripurna DPR yang diketuai Haji Soetardjo Soerjogoeritno (PDI-P) ditutup setelah palu diketuk. Maka, berhasillah Banten diperjuangkan jadi provinsi setelah melewati pasang surut perjuangan selama 47 tahun (1953 – 2000). Tepuk tangan meriah pun bergemuruh di ruang sejuk ber-AC itu
Berikutnya, RUU Pembentukan Provinsi Banten itu disahkan jadi undang-undang (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000) setelah ditandatangani Presiden Abdurrahman Wahid, 17 Oktober 2000, sampai akhirnya diumumkan melalui Lembaran Negara Nomor 128/2000.
Jadilah Banten provinsi yang ketiga puluh. Maka, hari jadi Provinsi Banten, enaknya tanggal 4 Oktober 2000 atau tanggal 17 Oktober 2000? Bedanya, yang pertama punya nilai historis, sedangkan yang kedua punya nilai formalis. Begitu?
Pada Rapat Paripurna DPR-RI, saat fraksi-fraksi menyampaikan pendapat akhir, menarik sekali pendapat dari PPP yang mengadopsi ayat Alquran agar Banten berarti baldtun thayyibtun (negeri subur makmur). Hadirin yang memadati ruang rapat paripurna DPR pun bertepuk tangan panjang yang nyaris tidak berkesudahan.
Maka, siapa saja yang paling berjasa? Inilah hasil kerja sama antargenerasi. Generasi pertama mewariskan perjuangan kepada generasi berikutnya. Ada kaitan benang merah di antara generasi itu. Satu generasi merasa jadi ahli waris generasi sebelumnya. Indah sekali. Ada kesinambungan antargenerasi.
Juga, kekompakan daerah dan pusat sangat menunjang keberhasilan perjuangan pembentukan Provinsi Banten itu. Kegagalan perjuangan pembentukan Provinsai Banten terdahulu, salah satunya, tidak direstui Pemerintah Pusat.
“Irama Gendang” Rakyat Banten
Inilah miniatur rakyat Banten di halaman parkir gedung DPR, 4 Oktober 2000. Inilah pula dukungan nyaris tanpa batas terhadap pembentukan Provinsi Banten. Mereka hadir mewakili kelompok atau pasukan masing-masing.
Ulama, pendekar, birokrat, politisi, mahasiswa, dan aktivis bersatu, larut dalam kegembiraan yang sama : satu rasa, satu suara, dan satu usaha karena RUU Pembentukan Provinsi Banten disahkan wakil mereka di DPR. Anak-anak muda, dengan peralatan musik seadanya bernyanyi-nyanyi.
Di pojok sana, ibu-ibu menabuh rebana. Lain lagi di sebelah sana, sekelompok santri mengumandangkan salawat. Di tempat lain, ada orasi-orasi berapi-api. Tidak ketinggalan, warga Baduy pun hadir, khas dengan busana adat dan seni tradisional mereka.
Banyak yang bergaya di depan gedung DPR, difoto sebanyak-banyaknya dan bergaya segaya-gayanya. Sejumlah kades kemudian memajang foto aksi di depan gedung DPR itu di kantor masing-masing.
Di ruang sidang DPRI, para wakil rakyat yang gagah berpakaian resmi dan berdasi, yang duduk di kursi empuk,berpidato, berargumentasi manis tentang dukungan pembentukan Provinsi Banten.
Tidak satu pun fraksi yang menolak pembentukan Provinsi Banten. Semua setuju, semua menari mengikuti irama gendang yang dimainkan rakyat Banten. Kalau ada fraksi yan tidak setuju, padahal sah-sah saja, agaknya akan disoraki urang Banten.
Sujud Syukur
Ada tiga sujud dalam ajaran Islam (di luar sujud dalam salat) yakni sujud tilawah, sujud syukur, dan sujud sahwi. Di samping itu, masih ada lagi sujud yang lain yakni penghormatan, seperti halnya sujud para malaikat kepada Nabi Adam A.S ketika diperintah-Nya (Albaqarah : 30).
Sujud ini tidak sama dengan pengertian sujud dalam salat.Ketiga sujud itu, sujud tilawah dilakukan apabila mendengar atau membaca ayat-ayat Alquran tertentu, sujud sahwi dilakukan apabila kelebihan atau kekurangan rakaat salat, dan sujud syukur dilakukan apabila memperoleh nikmat yang luar biasa atau terhindar dari musibah yang luar biasa. Sujud syukur itu, tidak perlu punya wudu, dan bole menghadap ke mana saja – tidak harus ke kiblat, karena bukan salat.
Boleh jadi, terbentuknya Provinsi Banten terbilang nikmat yang luar biasa, maka para ulama yang hadir di gedung DPR mengajak bersujud syukur. Sekaligus pula, sujud syukur itu sebagai penutup rangkaian acara yang digelar rakyat Banten di halaman gedung DPR
Maka, bersujudlah rakyat Banten, dipimpin para ulama, di halaman gedung DPR itu. Sebuah kebiasaan yang baik dan terpuji manakala memperoleh nikmat yang luar biasa atau terhindar dari musibah yang juga luar biasa.
Salah seorang tokoh pergerakan pembentukan Provinsi Banten, H. Tryana Sjam’un, S.E. usai sujud syukur, mengingatkan bahwa awal terbentuknya Provinsi Banten hakikatnya awal perjuangan rakyat Banten sendiri. Bagi konglomerat asal Pandeglang ini, generasi mudalah yang harus mengisi Provinsi Banten itu dengan berbagai pembangunan.
Di Situlah Nikmatnya Pejuang
Dukungan rakyat terhadap pembentukan Provinsi Banten tidak mendadak, tetapi juga berproses, hari demi hari, sehingga kemudian meluas, setidak-tidaknya di wilayah Banten. Hal yang sama berlaku juga di kalangan birokrat, konglomerat, penguasa, pengusaha, dan orang-orang papan atas lainnya.
Ada yang mendukung sejak awal, ada pula yang mendukung saat-saat dalam perjalanan. Ada yang mendukung sepenuh hati, ada yang mendukung setengah hati, ada pula yang mendukung tetapi berhati-hati.
Juga, ada yang mendukung mutlak setelah betul-betul Banten terwujud jadi provinsi. Ibarat sebuah pohon. Ada yang mencari benih, kemudian menanamnya.
Ada yang memupuknya, kemudian menyiramnya, dan memeliharanya, sampai berdaun, berbunga, dan berbuah. Ada yang sama sekali tidak ikut menanam, menyiram, memupuk, atau memeliharanya, tetapi kemudian diajak pula menikmati buahnya. Begitulah memang sebuah perjuangan.
Hasilnya untuk semua orang, meski perjuangannya dikerjakan sekelompok orang. Di situlah nikmat yang dirasakan pejuang. Orientasinya lebih cenderung pada kepuasan batin - meski mereka bukan ahli kebatinan. Tanyalah mereka yang amat aktif atau setengah aktif memperjuangkan Provinsi Banten, hari demi hari.
Pasti tidak akan ada yang meng-klaim hasil perjuangannya semata. Tidak pula klaim Uwes Qorny, Tryana Sjam’un, Farich Nachril, Chasan Sochib, Irsjad Djuwaeli, Ecky Sjahruddin, Aminuddin, L.M.L, Uu Mangkusasmita, Aceng Iskak, dan tidak seorang pun yang berani meng-klaim perjuangannya sendiri!
Apa pun, pohon itu kini mulai tumbuh, berdaun, berbunga, dan sebentar lagi subur berbuah – insya Allah. Banyak yang melirik karena tertarik. Pohon itu, tidak lain, bernama Provinsi Banten.
Jangan diganggu, jangan pula di”bonsai”kan.Kalau Provinsi Banten gagal, siapa tahu nanti di-merger-kan dengan provinsi lain, atas perintah Pemerintah Pusat misalnya.. Kalau merger dengan Provinsi Jawa Barat? Ah, …betapa malunya urang Banten!
Bebas Dari Tuduhan Nepotisme
Perjuangan rakyat Banten, bagusnya, tidak membebani Mendagri dan Otda yang kebetulan urang Banten. Baik mendagri dan otda-nya urang Banten maupun bukan urang Banten, agaknya, hasilnya akan sama saja : Banten jadi provinsi. Jadi, bukan karena faktor Soerjadi, melainkan faktor aspirasi rakyat Banten sendiri.
Dengan begitu, pembentukan Provinsi Banten akan bersih dari tuduhan nepotisme atau koncoisme, akan lepas dari buruk sangka mentang-mentang menterinya urang Banten, lalu Provinsi Banten dengan mudah dibentuk karena difasilitasi Mendagri dan Otda yang kebetulan urang Banten.
Apa pun, urang Banten harus berbangga dengan Surjadi. Betul, dia “produk” Orde Baru. Langkah demi langkah karier militernya “dipapah” Orde Baru. Juga, Soerjadi jadi gubernur DKI pada masa Orde Baru.
Lihat, dan kenyataannya Surjadi masih dipercaya Presiden K.H. Abdurrahman Wahid jadi mendagri dan otda justru pada hari-hari pembentukan kabinet yang diusahakan terdiri dari orang-orang bersih dan berwibawa. Jabatan mendagri bukan jabatan khusus. Banyak yang mampu jadi mendagri di negeri ini, tetapi Surjadi-lah yang dipilih. Soal mengapa Presiden Wahid memilih Surjadi, ini faktor Presiden Wahid sendiri yang bisa membedakan siapa saja orang Orde Baru yang menyimpang dan menyamping dan siapa-siapa saja orang Orde Baru yang tetap bersih dan berwibawa.
Sejumlah pejabat atau orang penting di pusat banyak yang berasal dari zaman Orde Baru, seperti Menteri Perikanan dan Kelautan Sarwono Kusumaatmadja, mantan sekjen Golkar yang pernah dua kali jadi menteri pada zaman Orde Baru. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Dr. Baharuddin Lopa pernah jadi anggota Komnas HAM bentukan Orde Baru. Jangan lupa, Presiden Wahid sendiri pernah jadi anggota MPR dari Golkar, pernah pula menyediakan “panggung” kampanye Golkar untuk Mbak Tutut di beberapa pesantren milik NU.
Soal ketika jadi anggota MPR dari Golkar, kata salah seorang pengurus PB NU K.H. Dr. Said Agil Siradj, selama itu sebenarnya Gus Dur terpaksa dan tersiksa.
Sekarang, pada saat-saat jadi presiden, Gus Dur mungkinkah pula terpaksa karena sebelumnya “dipaksa” sesuatu kelompok? Wallaahu a’lam!Menyoal dikhotomi Orde Baru dan Orde Reformasi, agaknya, tidak relevan, kecuali soal pemenggalan waktu saja. Ada plus dan minus pada setiap orde.
Namun, seberapa banyak minusnya atau plusnya pada setiap orde, orang bisa berbeda pendapat.Atau, mungkin ada juga yang men-stempel Orde Lama dan Orde Baru sebagai dua “Black Rezim”?
Oleh karena itu, soal terpenting, menyimpang atau tidak menyimpang, melanggar atau tidak melanggar selama menduduki jabatan atau berada pada lingkaran zaman Orde Lamas atau Orde Baru itu. Prof. Dr. Muladi gagal diangkat jadi Ketua Mahkamah Agung (MA), kabarnya, korban dikhotomi Orde Baru dan Orde Reformasi?
Sangat menarik isi pidato perdamaian Presiden K.H. Abdurrahman Wahid, pada Jumat malam (dibacakan Wimar Witoelar). Presiden Wahid antara lain mengajak agar menghapuskan orde karena hanya menyebkan terkotak-kotaknya perjalanan bangsa ini. Begitu seruan Presiden Wahid.
Kini, agaknya, yang enak tanpa beban, adalah pemenggalan periode Indonesia sebelum merdeka dan Indonesia sesudah merdeka saja, seperti dikatan Guntur Soekarnoputrra, suatu hari. Setuju?
4. GUBERUR JABAR DAN “GUBERNUR” KPPB
Kawan Berpikir
Hampir tidak ada gagasan tanda reaksi, baik reakasi itu berupa dukungan maupun berupa tantangan. Uwes Qorny meladeni semua reaksi terhadap gagasannya itu dengan tenang, dengan menggebu-menggebu, juga dengan amarah, dan sewaktu-waktu sama sekali tidak menanggapinya.
Karakteristik temperamental tingginya memang sulit dipisahkan, dan Uwes Qorny jarang sekali menampilkan sisi gagasan atau reaksi flamboyant. Pembawaannya yang sudah begitu, ditambah dengan tempaan-tempaan yang keras sepanjang perjalanan perjuangannya, boleh jadi lebih mengukuhkan karakteristiknya itu.
Nama qorny (bahasa Arab), yang artinya tandukku itu, apakah memang turut membentuk kepribadiannya, sehingga maunya “menanduk” saja, “memberontak” saja, dan bukannya melawan atau membelai dengan senyumnya?
Nabi Muhammad S.A.W. punya empat sahabat (yang kemudian jadi khalifah) dengan karakteristik yang berbeda-beda. Lain Umar yang keras (bukan kasar), lain pula Abu Bakar yang flamboyant.
Sekiranya Uwes Qorny menyerap karakter sahabat Nabi Muhammad S.A.W, boleh jadi, lebih cenderung kepada Umar, soal kerasnya itu. Soal salehnya, Uwes Qorny sendiri mengaku tidak sanggup menyamainya.
Keberagaman karakter dalam sebuah komunitas memang perlu. Kalau semua sama, itu ibarat paduan suara, ibarat grup vokal, yang enak didengar, tetapi belum tentu enak untuk sebuah manajemen.
Dalam sebuah keberagaman, ditengah-tengah maraknya ragam wacana, bagi Uwes Qorny, perbedaan pendapat itu ibarat gesekan dan gosokan padi yang kemudian jadi beras, dan enak dimakan.
Bagi Uwes Qorny, apa pun, kawan dalam berfikir dan lawan dalam berpendapat itu suatu ungkapan indah, dan perlu ditumbuhkembangkan. Dalam menyikapi persoalan, Uwes Qorny memilih lebih baik mengatakan tidak kemudian ya dari pada mengatakan ya, kemudian tidak.
Meski begitu, tidak jarang pula, Uwes Qorny mengatakan tidak kemudian tidak, dan akhirnya tidak. Sama, tidak jarang pula kali pertama mengatakan ya, kemudian ya, dan akhirnya ya.Titik.
Uwes Qorny, kalau berbicara, apalagi dengan anak buahnya, sangat kental dengan logat Banten-nya, dengan logat Lebak-nya. Kepada anak-anak KUMALA, Uwes Qorny biasa memanggil dararia (kamu semua).
Asal Konstitusional dan Demokratis
Uwes Qorny mengingatkan pula agar membedakan antara perbedaan pendapat dan pertentangan pendapat. Kata Uwes Qorny, kita harus berbeda, tetapi tidak boleh berseteru. Perbedaan itulah yang hakikatnya menjadi sebuah taman indah karena di dalamnya ada beragam kembang dengan beragam warna. Merah berbeda dengan biru, sama halnya hijau berbeda dengan kuning.
Demikian pula putih berbeda dengan abu-abu. Berkumpullah semua di taman, itu akan jadi susunan warna yang indah, sedap dan sejuk dipandang mata. Tetapi, kalau merah, kuning, hijau, dan biru berselisih atau berseteru, itu akan jadi laknat, bukan jadi rahmat. Kita membenci manusia “balon” warna-warni. Pasti!
Perselisihan pendapat antara Uwes Qorny dan Gubernur Jawa Barat H.R. Nuriana dalam soal Provinsi Banten bukan rahasia lagi. Gubernur H.R. Nuriana tidak mengizinkan Banten “merdeka” dari Provinsi Jawa Barat dalam waktu dekat, dengan pertimbangan-pertimbangannya sendiri, dengan dukungan-dukungan sejumlah sesepuh Jawa Barat sendiri.
Gubernur Nuriana seorang keras kepala? Sebagai seorang bapak Jawa Barat, Gubernur Nuriana akhirnya hanya menyerahkan persoalannya kepada masyarakat Banten sendiri. “Boleh, asal konstitusional dan demokratis”, kata Gubernur Nuriana ketika didesak tanya wartawan dalam berbagai kesempatan.
Kabar dari Gedung Sate, sebenarnya Gubernur Nuriana lebih senang memekarkan dulu kabupaten di Banten dari pada melepaskan Banten jadi provinsi.
Tentang Uwes Qorny? Disinilah dia “menanduk” tesis Gubernur Nuriana. Bagi Uwes Qorny dengan “gerbong” KPPB-nya, Banten jadi Provinsi dulu, kemudian pemekaran kabupaten-kabupaten di Banten.
Sebenarnya, pendapat keduanya bertemu : Banten laik jadi provinsi, tetapi soal waktulah yang jadi perdebatan panjang. Gubernur Nuriana ingin mengawali dari pemekaran kabupaten dulu, kemudian jadi provinsi suatu hari, tetapi Uwes Qorny mengawali pembentukan Provinsi Banten dulu, kemudian pemekaran kabupaten.
Gubernur Nuriana terus memantau perkembangan, hari demi hari, sampai akhirnya ikhlas melepaskan Banten jadi provinsi sendiri. Soalnya, ternyata memang begitulah kehendak mayoritas rakyat Banten. Suara dari “akar rumput” biasanya lebih nyaring terdengar, dan lebih didengar. Pembentukan Provinsi Banten itu sendiri berorientasikan kesejahteraan, bukan kekuasaan.
Buktinya, Bercanda
Gubernur Nuriana marah karena “kalah” suara? Seorang ayah melihat anaknya sudah dewasa, dan yakin bisa berdiri sendiri, tidak ada ucapan lain kecuali “Selamat jalan, selamat berjuang!”.
Gubernur Nuriana, sebagai konsekuensi logis terbentuknya Provinsi Banten, kemudian rela menyerahkan bantuan, sebagai dana awal pembangunan Provinsi Banten, seperti dilakukannya sendiri di Kantor Gubernur Provinsi Banten, Kabupaten Serang, pekan terakhir November 1999 lalu.
Kalau Gebernur Nuriana marah, hakikatnya, bisa saja penyerahan bantuan itu diwakilkan kepada pejabat bawahannya, bukan? Pundung, misalnya. Juga, kalau Geberunur Nuriana marah, bisa saja mewakilkan kepada pejabat bawahannya ketika melantik Bupati Pandeglang H. Ahmad Dimyati Natakusumah.
Tetapi, kenyataannya, malah Gubernur Nuriana berkelakar dalam sambutan pelantikan bupati kedua termuda di Provinsi Banten itu (Haji Ahmad Dimyati Natakusumah, ketika itu berusia 34 tahun). “Saya mau melantiknya, karena sampai saat ini Banten belum diserahterimakan. Kalau sudah diserahterimakan, saya tidak berani,” kata Gubernur Nuriana, tersenyum, dan disambut senyum hadirin. Juga tepuk tangan.
Beberapa hari berikutnya, Provinsi Banten resmi punya Gubernur (pjs), Drs. H.M. Hakamuddin Djamal, hasil penunjukan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid atas usulan Mendagri dan Otda.
Maka, bagi Uwes Qorny, Gubernur Nuriana adalah kawan dalam berpikir dan lawan dalam berpendapat. Begitulah, Gubernur Nuriana dan “Gubernur” KPPB itu kawan di meja makan dan lawan di meja biliar – kalau memang Uwes Qorny hobby menjotos bola biliar itu. Tahunya, hobby Uwes Qorny tidak lain main gaple. Suatu ketika Gubernur Nuriana dan “Gubernur” KPPB berpendapat sama, menentukan sikap yang sama.
Kalau kemudian ada yang menyimpulkan pernah ada konflik antara Gubernur Nuriana dan “Gubernur” KPPB, itu bisa dibenarkan pula, dan diakui Uwes Qorny sendiri. Tepatnya, konflik urang Banten dan Gubernur Nuriana? Dan, konflik itu berakhir dengan husnu ‘l-khatimah, ya?Ω
Selasa, 25 Mei 2010
Biografi uwes qorny
NYANYI PAGI DI BAWAH POHON KENARI
Burung-burung bernyanyi-nyanyi
pada ranting dan dahan kenari.
Mereka bernyanyi-nyanyi mendendangkan kebebasan,
sambil menyambut hangatnya matahari pagi.
Nyanyian pucuk kenari,
nyanyian pagi burung kenari,
nyanyian hati yang damai di tengah sepoi angin pagi.
Kini, tak ada lagi kenari
di jantung Kota Rangkasbitung.
Tumbang
atau memang sengaja ditumbangkan.
Entah siapa penanam kenari.
Lalu, jantung kota Rangkasbitung dihijaukan.
Bukan dengan kenari, melainkan dengan deret palm
di sepanjang jalan di jantung kota,
juga di seputar alun-alun.
Bakal sekokoh kenari tempat
bermain dan berteduh anak-anakkah?
Anak-anak zaman kini perlu diajari lebih jauh makna keteduhan,
jauh dari sekadar rasa teduh
di bawah pohon kenari atau di bawah pohon palm!
Kini pula,
jantung kota sudah berhiaskan ”pepohonan” lain,
yang terang menyela, kala malam tiba.
Kenari sudah tak ada, palm sudah tak ada
Yang ada, sinar matahari pagi yang tak pernah ingkar janji.
1. DENGAN ANAK-ANAK RANGKASBITUNG
Rangkasbitung Aman
Hari-hari di jantung Kota Rangkasbitung hari-hari aman dan nyaman. Tidak ada desing peluru dan pengungsian demi pengungsian seperti di Malingping. Ternyata, memang, lain jantung kota Rangkasbitung, lain pula jantung kota Malingping yang penuh gejolak dan orang galak (penjajah).
Kalau sore hari tiba, Uwes Qorny dan kawan-kawan bermain-main di bawah pohon kenari sambil menunggu dan menunggu buah kenari jatuh ditiup angin. Mereka ramai-ramai memungutnya.
Uwes Qorny berangan-angan, orang dewasa yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan harus punya kebangaan, misalnya, dengan diwujudkan dalam lirik lagu “Rangkasbitung kota paling aman/Tempat para pahlawan beristirahat menyusun kekuatan”.
Bung Karno di Pohon Kenari
Uwes Qorny dan kawan-kawan akrab dengan pohon kenari tempat bercanda dan ketawa, tempat bermain dan bergurau. Teduh, tidak khawatir tertimpa buah kenari karena memang kecil. Jantung Kota Rangkasbitung, ketika itu, laiknya taman kenari.
Ada pohon-pohon tinggi dan besar di jalan seputar jantung kota itu. Pada sebuah pohon, terpasang foto Presiden Soekarno berukuran besar. Latar belakang foto itu warna merah putih.
Uwes Qorny amat terkagum-kagum pada foto itu. Ingin sekali tampil gagah seperti Presiden Soekarno, tetapi mustahil – seperti diakui Uwes Qorny sendiri kemudian. Foto besar di pohon kenari itu selalu ditatapnya kalau bermain-main di bawah pohon kenari. Semakin hari, semakin kagum. Gagah dan berwibawa, seperti tercermin pada busananya.
Memukau dan Membakar Semangat
Seorang anak laki-laki berusia 10-an tahun, bercelana pendek, ikut berbaris di pojok alun-alun Rangaksbitung, Kabupaten Lebak. Ketika hadirin bertepuk tangan, anak itu pun ikut bertepuk tangan. Hadirin terbius, terpukau, berpesona mendengar pidato berapi-api Presiden Soekarno, pada awal tahun 1950-an.
Siapa anak laki-laki yang bercelana pendek, yang duduk di pojok alun-alun Rangkasbitung, dan ikut bertepuk tangan itu? Dialah Uwes Qorny. “Sungguh, saya terpesona mendengar pidato Presiden Soekarno,” kata Uwes Qorny kemudian, ketika menceritakan kembali pengalamannya.
“Sungguh, saya terpesona oleh gaya pidatonya,” kata Uwes Qorny lagi, yang sempat berusaha meniru gaya pidatonya itu - tetapi tidak kesampaian. Bung Karno sempat salat Jumat di masjid agung Rangkasbitung. Uwes Qorny pun ikut salat Jumat.
Uwes Qorny masih ingat betul pesan Persiden Soekarno kepada warga Banten dalam pidatonya yang disampaikan dalam bahasa Sunda - dan seperti biasanya tanpa teks itu.
“Urang Banten, ulah jadi bangsa peuyeum!” seru Presiden Soekarno, disambut yes dan gemuruh tepuk tangan hadirin, termasuk Uwes Qorny yang belum tahu maknanya lebih jauh.
Pesan Presiden Soekarno agar warga Banten jangan jadi bangsa peuyeum (tetapi tidak salah kalau doyan peuyeum), diakui Uwes Qorny, sangat mempengaruhi jiwanya, membakar semangatnya.
Oleh karena itu, ketika menghadapi perjuangan pembentukan Provinsi Banten misalnya, Uwes Qorny tidak berbekal mental peuyeum, tidak pula berbekal mental leumeung (kue beras), atau mental pasung (kue manis dari tepung beras), tetapi berbekal mental baja PT Krakatau Steel , Cilegon.
Kelompok Anak Masjid
Di samping bersekolah di SD (SR), Uwes Qorny masuk pula madrasah, di Alhidayah Islamiyah, Gang Kibun. Gurunya, antara lain, Ustaz Tohir, Ustaz Umar, dan Ustaz Syuhada. Muridnya sekitar 40 orang.
Uwes Qorny terkesan oleh dua anak yang amat rajin, tidak pernah bolos masuk madrasah : Iyet Afifi (cucu Haji Abdul Hadi) dan Badri (H. Achmad Bdri Maulana, B.A., kini Ketua KPU Lebak), yang biasa dipanggil Endud, cucu Haji Abdul Hadi.
Tidak cukup belajar di SD dan belajar di madrasah, Uwes Qorny dan anak-anak seusianya, ketika itu, belajar pula mengaji dan menghapal Alquran. Pria dan wanita dipisahkan. Pria mengaji di rumah Ustaz Syuhada dan perempuan mengaji di rumah Embah Bani.
Kalau bulan Ramadan tiba, kegiatan pengajian dihentikan karena dialihkan ke masjid. Maka, ramailah masjid dengan kegiatan anak-anak, baik dengan pengajian maupun dengan salat tarawikh. Puncak keramaian terutama terjadi pada 10 hari terakhir Ramadan.
Oleh karena banyaknya anak-anak masjid, maka lahirlah semacam kelompok anak masjid yang beranggotakan sekitar 10 orang. Ketuanya, Ucin Muhsin. Karena nama itu kurang pas untuk seorang ketua, maka Ucin Muhsin diganti dengan nama Mohammad Gifni. Keren!
Uwes Qorny jadi anggota “gang” itu. Anggota “gang” masjid yang masih diingatnya, antara lain, si Kancil alias Jamhari, Iyet Afifi, Badri, Buncing, Otot Sukanta, Samsudin, Maman Sulaiman, dan lain-lain. Anggota kelompok itu nyaris jarang tidur di rumah masing-masing, karena lebih banyak tidur di rumah ketua, Mohammad Gifni, di Kaum Pasir.
Kalau Ramadan tiba, markas mereka pindah ke masjid, di alun-alun. Biasa, kalau Ramadhan tiba, banyak makanan yang diberikan jamaah masjid, terutama pada 10 hari terakhir Ramadan.
Uwes Qorny ditugasi sang komandan menerima kiriman baskom yang berisi kiriman kue dari jamaah, kemudian dikumpulkan di tempat tertentu. Begitulah, satu atau dua kiriman baskom dibelokkan ke belakang mimbar, untuk kemudian jadi santapan anggota “gang” masjid sendiri.
Hockey dan “Hihid”
Udara Rangkasbitung terbilang gerah. Oleh karena itu, banyak “hihid” (kipas nasi) di masjid. Pada waktu salat Jumat, misalnya, jamaah mengipas badan dengan “hihid” itu biar terasa sejuk. Kalau Jumat usai, “hihid” itu dikumpulkan Mang Zairin, khadam masjid, untuk kemudian digunakan lagi pada hari Jumat berikutnya.
“Hihid” yang banyak itu ternyata memicu gagasan kelompok masjid untuk bermain hockey. Bolanya, bola pingpong (bola tenis meja). Bermain hockey-lah anak-anak masjid itu dengan alat pemukulnya “hihid” itu.
Akibatnya, “hihid” cepat rusak. Kalau sudah rusak, mudah saja, anak-anak mengambil lagi “hihid” yang baru, dan rusak lagi. Ketua DKM Masjid, Uwa Syamsuri bingung, betapa “hihid” amat cepat rusak, padahal hanya digunakan enteng-enteng saja setiap Jumat.
Uwa Syamsuri mengusut kerusakan “hihid” itu. Hasil pengusutan, ternyata otak kerusakannya tidak lain cucu Uwa Syamsuri sendiri. Nah! Bagaimana caranya “menghukum” si cucu?
Dari Kenari ke Beringin
Seorang pedagang asongan ingin berteduh di bawah pohon beringin. Sebelumnya, pedagang asongan ini ngomel, dan mengejek. “Kamu ini, pohonnya saja yang besar, tetapi buahnya kecil”.
Beristirahatlah si pedagang asongan itu di bawah rindangnya pohon beringin. Angin yang berembus lembut sekali. Udara terasa sejuk, sehingga mengantuklah pedagang asongan itu, kemudian tidur nyenyak. Angin terus berembus, menyapu daun beringin, dan mengantarkan pedagang asongan itu ke alam mimpi indah.
Ceritanya, jatuhlah sebutir buah beringin, persis ke atas hidung pedagang asongan tadi. Kontan saja, pedagang asongan ini bangun, dan spontan pula bersyukur. “Alhamdulillah. Kalau buahnya besar, betapa akan hancur berantakan hidung saya yang memang pesek ini”. Ya, bersyukur, padahal sebelumnya ngomel dan mengejek.
Semua terserah Anda, mau menafsirkan apa atau bagaimana dongeng beringin itu. Sastrawan, wartawan, politisi, ulama, atau insinyur pertanian akan punya tafsir yang berbeda-beda – tergantung sudut pandang masing-masing.
Apa pun, pohon kenari dan pohon beringin sama-sama besar dan buahnya sama-sama kecil. Bedanya, kalau pohon beringin diadopsi jadi lambang institusi atau partai, sedangkan pohon kenari tidak, atau mungkin belum!
Beringin ada lagunya, berjudul “Pohon Beringin”, dinyanyikan Tetty Kadi, (dan pernah jadi alat kampanye), sedangkan kenari dinyanyikan Koes Bersaudara dengan judul “Burung Kenari”.
Semasa kecil, Uwes Qorny senang bermain-main di bawah pohon kenari. Sesudah dewasa, Uwes Qorny “bermain-main” di bawah pohon beringin - kini jadi lambang parpol. Ketika berada di sini, Uwes Qorny merasa teduh seperti di bawah pohon kenari, atau memang gerah seperti udara Rangkasbitung?
2. MEMBACA
Jadi Anggota Perpustakaan
Siapa pun pernah membaca. Soal kemudian membaca itu jadi hobby atau sekadar pengisi waktu, itu soal lain. Siapa pun pernah membaca, soal kebiasaan membaca itu dilakukan sejak kecil atau setelah dewasa, itu soal lain pula. Alangkah baiknya kalau punya kebiasaan membawa buku ke mana-mana, dan dibaca kalau ada waktu senggang.
Di Rangkasbitung, tempo hari, membaca buku di bawah pohon besar yang rindang, di bawah nyanyi-nyanyi pucuk kenari misalnya, jadi kesenangan tersendiri. Anak-anak SD sering melakukannya, setidak-tidaknya pada hari-hari sedang ulangan umum.
Uwes Qorny ditakdirkan punya hobby membaca sejak kecil, sejak bisa membaca dan menulis. Lebih dari itu, malah Uwes Qorny jadi anggota perpustakaan yang dikelola Kasi Pendidikan Masyarakat, Depdikbud (kini Diknas) Kabupaten Lebak. Belakangan, Uwes Qorny sendiri mendirikan perpustakaan, diberi nama Perpustakaan Umum Saija & Adinda.
Juga Koran dan Majalah
Buku-buku yang dibaca Uwes Qorny beragam, seperti buku roman, buku sastra, dan buku pengetahuan umum. Buku-buku terbitan Balai Pustaka amat disukai Uwes Qorny, misalnya buku-buku karangan pujangga Angkatan Baru seperti Armijn Pane, Sutan Takdir Ali Syahbana, Idrus, Abdul Muis, Hamka, dan lain-lain.
Buku sastra Sunda pun tidak dilewatkan, seperti buku Jatining Sobat. Kabupaten Lebak, sebenarnya punya sastrawan Sunda, Mas Ace Salmun, kelahiran Rangkasbitung. Mas Ace Salmun, tampaknya lebih terkenal di Bandung daripada di Rangkasbitung. Namanya, diabadika jadi sebuah jalan, Jalan M.A. Salmun, yang merupakan “sirip ikan” Jalan Multatuli.
Buku karya pengarang asing dilalap juga, seperti karangan Mark Twain. Sehari, rata-rata Uwes Qorny membaca buku 2 buah atau 3 buah. Di samping membaca buku, Uwes Qorny pun melalap majalah dan koran.
Dari ratusan murid SD di Rangkasbitung ketika itu, Uwes Qorny satu-satunya orang yang berlangganan Kuntum Mekar, koran anak terbit harian Pikiran Rakyat. Kini, Pikiran Rakyat punya anak terbit di Banten, Fajar Banten. Uwes Qorny pun berlangganan Suluh Pelajar yang dipimpin sastrawan Sunda, Ayip Rosidi (kemudian jadi guru besar di Jepang).
Beberapa harian dibaca pula Uwes Qorny. Surat kabar Pedoman yang dipimpin Rosihan Anwar, harian Abadi yang dipimpin Suardi Tasrif, dan Indonesia Raya yang dipimpin Mokhtar Lubis, tidak asing lagi bagi Uwes Qorny.
Salah seorang wartawan Indonesia Raya ketika itu adalah Atma Kusumah Astra Atmadja, orang Rangkasbitung, dan pernah jadi ketua Dewan Pers. Atma Kusumah pernah meraih penghargaan Ramon Magsaysay dari Philipina atas prestasinya dalam perjuangan kemerdekaan pers (tahun 2000).
Juga Membaca Diri Sendiri
Bacaan demi bacaan dari surat kabar, ternyata kemudian membentuk Uwes Qorny jadi aktivis. Maklum, surat-surat kabar ketika itu mendorong aksi pergerakan, terutama pergerakan politik. Harian Abadi, misalnya, didukung Masyumi, sedangkan Indonesia Raya dan Pedoman didukung kaum sosialis (PSI).
Berawal dari Hobby membaca pula, Uwes Qorny kemudian mendirikan perpustakaan umum Saija dan Adinda di Rangkasbitung. Di samping itu, pilihan pada Fakultas Publisistik, Unpad, Bandung, dipengaruhi pula hobby membaca media masa cetak sejak kecil
Dari hobby membaca pula, Uwes Qorny kemudian lebih banyak membaca diri sendiri, juga sering membaca “permainan” orang lain, misalnya, dalam menghadapi pemilihan gubernur Banten.
Uwes Qorny pun piawai membaca permainan lawan dalam pertandingan sepak bola. Apa pun, hobby membaca amat bermanfaat. Sebuah sisi baik Uwes Qorny yang perlu ditiru dan digalakkan orang tua terhadap anak-anaknya zaman sekarang. Orang-orang sukses, biasanya, punya hobby membaca. Buku itu jendela budaya, seadngkan koran jendela informasi.
Adakah Sesuatu yang Salah?
Anak-anak tidak perlu lagi membaca, sebab cukup dengan telinga dan mata ketika memantau tayangan demi tayangan televisi.Anak-anak zaman kini, lebih banyak diperkenalkan pada komik Jepang atau film khayalan ilmiah produksi Amerika Serikat.
Mereka lebih banyak mengenal Dora Emon daripada si Kabayan, lebih terpesona oleh Superman daripada si Pitung dari Betawi. Dalam pergaulan anak-anak, mereka lebih banyak membicarakan dunkin donut daripada leumeung, lebih banyak membaca iklan pizza daripada pasung, dan lebih mudah teringat pada kentucky fried chicken daripada gogodoh kotok.
Adakah yang salah? Adakah yang perlu diperbaiki mengingat isu nasionalisme yang kian memudar? Atau, biarkanlah semua berlalu seiring waktu karena pada akhirnya anak-anak akan menentukan pilihannya sendiri?
Anak-anak pada zaman Uwes Qorny, lain dengan anak-anak pada zaman kini. Kalau dulu mereka akrab dengan main “Gobag” atau “Ambil-Ambilan”, maka anak-anak zaman kini lebih terpaku di depan layar televisi dengan ber-game ria atau asyik dengan permainan elektronik lainnya. Hiburan atau permainan untuk anak-anak zaman kini memang mahal. Semua serba teknik dan elekronik.
Kini, bahkan anak SMP pun sudah melengkapi dirinya dengan telepon genggam. Bersepeda motor pula. Pada Sabdu malam, misalnya, gaya-gaya ABG anak-anak usia SMP bisa disaksikan di seputar alun-alun Rangkasbitung.
Terkadang, dan yang membuat banyak tokoh agama risih : tampak adanya pergaulan nyaris tanpa batas antara pria dan wanita. Di sudut-sudut remang-remang, di luar alun-alun Rangkasbitung, sepertinya ada pergaulan yang tidak beres.
Maka, Adakah sesuatu yang salah dalam mengarahkan dan mengerahkan bakat anak-anak dari orang tuanya? Atau, biarkan mereka bertamasya dengan fantasinya di dunia global kini lewat media canggih elektroniknya. Anak-anak kita bertemu dengan sebuah budaya dan generasi yang boleh jadi tidak terbayangkan sebelumnya oleh para orang tua.
3. HARI-HARI ABG
Di SMP Negeri I Rangkasbitung
Seorang putra daerah peduli pada pendidikan. Pak Edi Junaedi, meski seorang berlatar belakang pendidikan teknik, tetapi bercita-cita pula mendirikan SMP Negeri. Maka, lahirlah SMP Negeri I, tahun 1954, terletak di Jalan Multatuli, sampai kini.
SMP Negeri itu masih ada, dan salah satu sekolah pavorit di Lebak. .Kini, SMP (SLTP) ada di setiap kecamatan, bahkan di satu kecamatan ada beberapa SMP. Di kecamatan yang jauh, malah ada SMP terbuka.
Seperti lulusan sekolah HIS, MULO, dan AMS, Pak Edi pun fasih berbahasa Belanda. Ketika itu, SMP umum sudah ada di Rangkasbitung, di Jalan Letnan Muharam, didirikan pada tahun 1950. Bangunannya bekas SR IV.
Anak-anak yang bersekolah di SMP Negeri 1 umumnya orang Rangkasbitung, dan hanya sedikit saja yang berasal dari luar Rangkasbitung. Anak-anak SMP Negeri I terdiri dari anak-anak pribumi tentu saja, juga anak-anak nonpribumi pun (WNI keturunan Cina) .
Uwes Qorny masih hapal betul dua teman kakak beradik keturunan Cina dari Maja, Tan Yong Cung dan Tan Yong Wan. Kalau mereka bertiga bermain, justru Uwes Qorny yang dianggap anak si akew. Soalnya, kedua kakak beradik WNI keturunan Cina itu berkulit sawo matang, sama seperti anak-anak WNI keturunan Cina di Tangerang.
Memang, ketika masih kecil, Uwes Qorny dianggap anak Jepang (di Malingping), dan setelah jadi ABG dianggap anak Cina, atau orang menyebutnya si Akew. Sudah ada pembauran ketika itu, di Rangkasbitung, dan tanpa masalah.
Lulusan SMP Negeri I Rangkasbitung tahun 1950-an yang tampaknya berhasil, dan menjadi pejabat, antara lain, Supardjo, S.H. (UI, kakak kandung Uwes Qorny, dan pernah bertugas di beberapa kedutaan besar, antara lain, di Amerika Serikat), Drs. Yoyo Hudaya (IKIP), Prof. Dr. Herman Haeruman (Bappenas, kini rektor Universitas Mathlaul Anwar, Pandeglang), Brigjen H.M.A. Sampurna (Wagub Jabar), dr. Afifi (RSU Hasan Sadikin) dokter Bagja Waluya (Atase Kebudayaan di Kedutaan RI di Malaysia) Prof. Dr. Dody Nandika (Sekjen Departemen Pendidikan Nasional), dan Suganda Priatna (Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad). Dari kalangan perempuan yang berhasil, antara lain, Ida Farida Ayun (sutradara, adik Misbach Yusa Biran).
Uwes Qorny bangga dengan prestasi teman-temannya itu. Pada acara-acara tertentu, para lulusan SMP Negeri I Rangkasbitung sering berkumpul, di Rangkaasbitung, untuk sekadar bernostalgia. Mereka ingin mengenang kembali masa-masa kanak-kanak, selama di tanah air kelahiran.
Kelakuanku Merah
Seorang guru SMP Negeri I yang tampak berwibawa, Pak Aris Munandar. Keras dan amat disiplin. Suatu hari, Uwes Qorny cuek saja atas pidatonya. Uwes Qorny dipanggil, dan disuruh berdiri di samping Pak Aris Munandar.
Di sini, Uwes Qorny tampil seakan-akan sedang berpidato saja, tampil seperti Pak Aris. Meski jadi perhatian teman-temannya, Uwes Qorny cuek saja. Nasib. Nilai di raport kemudian ternyata angka merah, empat (4) , sebagai “imbalan” atas kelakuannya.
Sang ayah, setelah melihat nilai merah pada sektor yang amat strategis, kelakuan (akhlak), marah dan menegur keras Uwes Qorny. Angkanya mematikan pula, empat (4). Uwes Qorny insaf? Ah, hanya bisa nyengir saja. Dasar bengal!
Masih di SMPN I Rangkasbitung. Ada pengumuman di pintu sekolah, “Bahasaku bahasa Indonesia”. Setiap anak yang masuk wajib membaca pengumuman itu, dan wajib pula berbahasa Indonesia. Kalau sudah masuk kelas, kembali lagi berbahasa Rangkasbitung.
Bahasa Indonesia di kalangan anak-anak sekolah ketika itu, amat digalakkan karena bahasa nasional. Pak Guru mewajibkannya karena dianggap anak-anak sekolah Rangkasbitung lebih senang “berbahasa Baduy”.
Masih Merindukan Nyanyi Pagi Burung Kenari
Tamatlah sudah sekolah di SMP Serang. “Gang” Uwes Qorny ada yang meneruskan pendidikan ke Jakarta, Bogor, dan Rangkasbitung sendiri karena memang kebetulan sudah berdiri SMA.
Kawan-kawan Uwes Qorny yang meneruskan pendidikan ke luar kota itu, misalnya, Netty dan Yatiminah meneruskan pendidikan ke Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP). Koyum, Mulyono, dan Jaka Permadi meneruskan pendidikan ke Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) di Bogor, dan Siti Kaniah ke SGA Serang.
Kusnadi meneruskan sekolah ke kehutanan di Bogor dan Hidayat Bawadi meneruskan pendidikan ke sekolah kehakiman di Malang. Lalu ke mana Tutah Maftutah meneruskan pendidikannya? Ke SKTK di Jakarta bersama Wawa.
Siapa Tutah? Itu dia, anak gadis yang sering di-pacar-kan dengan Uwes Qorny. “Ah, padahal mah tidak demikian,” kata Uwes Qorny kemudian. Cinta bertepuk sebelah tangan, atau orang Sunda bilang “cau ambon dikorangan”? Meureun!
Di SMA Rangkasbitung yang baru berdiri, ada jurusan A, B, dan C. Uwes Qorny dan kawan-kawan memilih jurusan C (sosial ekonomi). Tidak tertarik mengikuti jejak teman-teman lain yang meneruskan pendidikan ke luar kota? Uwes Qorny memilih Rangkasbitung saja, kota yang “mengasuh”nya setelah “diasuh” Pantai Selatan. Rupanya, Uwes Qorny, masih merindukan nyanyi pagi di bawah pohon kenari.
Pidato Perpisahan
Dalam acara perpisahan, Uwes Qorny dipercaya berpidato untuk mewakili kelas III SMP Negeri. PD saja. Soalnya, ini kesempatan tampil di muka umum, tampil untuk meniru gaya pidato Bung Karno – barangkali.
Mengapa Uwes Qorny dipercayai mewakili kelas III? Soalnya, sebelumnya Uwes Qorny pernah tampil di hadapan para guru, berpidato, memakai celana pendek, pada acara muhibah SMPN Negeri I Rangkasbitung ke SMP Negeri Pandeglang.
Boleh jadi, para guru menilai, Uwes Qorny cukup cakap dan cakep kalau berpidato. Padahal, ketika berpidato di hadapan para guru itu, sebelumnya Uwes Qorny tidak pernah mempersiapkan diri, apalagi latihan berpidato.
Pelajaran berpidato, tidak ada dalam pelajaran formal, kecuali kalau kebetulan saja dipaksa keadaan. Para guru mempercayakan berpidato, sampai kini, kepada anak-anak yang sudah biasa saja.
Biasanya, keterampilan berpidato terasah dan terasuh kalau anak-anak aktif di organisasi, di OSIS misalnya. Perlukah berpidato dimasukkan dalam kurikulum?
Ah, tanpa pelajaran dalam kurikulum pun banyak yang kemudian jadi ahli pidato, orator, atau bahkan provokator. Orang yang fasih berpidato ketika itu, selain Ukat Induskat (kakak Uwes Qorny), juga Farid Mukim (pernah jadi ketua NU dan sekaligus ketua DPD Golkar Lebak).
Suatu hari, Abah - demkian Farid Mukim biasa dipanggil - mengaku bersyukur atas kepercayaan umat kepadanya. Soalnya, di Jawa Barat (dan Banten ketika itu masih ada di dalamnya), hanya ada satu-satunya orang yang merangkap jabatan ketua DPD Golkar yang sekaligus ketua NU setempat.
Hikmahnya, diakui Abah, Golkar dan NU amat mesra di sini, ketika itu, melebihi kemesraan di tempat lain.Abah pernah beberapa kali duduk di DPRD Lebak. Kini, Abah sudah meninggal dunia. Banyak orang yang terkenang, dan terkesan oleh pidato Abah yang menggebu-gebu, dan suaranya yang tinggi.
4. POLITISI KECIL
Menurunkan Palu Arit
Tubuh Uwes Qorny, agaknya, sudah dirasuki politik sejak kecil. Sudah tahu perbedaan makna bulan bintang dan palu arit. Semua itu, boleh jadi, berkat hobby membaca sejak kecil.
Suatu hari pada hari-hari kampanye pemilu 1955, ada gambar palu arit di atas sebuah pohon yang besar, di Balong Rancalentah. Darah politisi kecil ini naik, mendidih. Maka, naiklah Uwes Qorny ke pohon besar itu, dan mengganti palu arit (lambang PKI) dengan bulan bintang (lambang Masyumi).
Padahal, ketika itu, PKI termasuk organisasi peserta pemilu yang sah. Sebodo amat! Bangga sudah mampu menurunkan palu arit dan menggantinya dengan bulan bintang? Begitulah! Politisi kecil ini mulai beraksi “popolitikan”, meski belum tahu banyak – atau belum banyak tahu – tentang hakikat politik.
Khusus 17 Tahun ke Atas
Pada kesempatan lain, ada kabar bahwa Mister Kasman Singodimejo dari Masyumi akan berkampanye di Rangkasbitung, di bioskop Kami. Uwes Qorny memburu kampanye Masyumi itu. Semangat.
Sayang, tidak boleh masuk karena masih kecil. Mirip nonton bioskop, tertutup untuk anak-anak di bawah umur 17 tahun. Pidato kampanye itu khusus untuk 17 tahun ke atas. Uwes Qorny ingin masuk, misalnya mengaku sudah berumur 17 tahun? Ah, tidak mungkin karena tampak ABG.
Meski begitu, Uwes Qorny ngintip kampanye itu dari luar saja, menyimak pidato kampanye Mister Kasman Singodimejo. Uwes Qorny memahami pidato politik Mister Kasman Singodimejo? “Ah, suka saja,” kata Uwes Qorny kemudian. Orator yang dikagumi Uwes Qorny, K.H.M. Isa Anshary.
Hasil pemilu tingkat nasional ketika itu bagaimana? Pemilu yang diikuti puluhan parpol itu (mirip pemilu 1999 lalu) “mencetak” empat parpol besar : PNI, Masyumi, NU dan PKI. Di Lebak, Masyumi memperoleh suara terbanyak, 9 kursi dan PNI 8 kursi. Partai lainnya, seperti NU, PSII, IPKI, dan PKI hanya memperoleh 2 kursi.
Bioskop tempat kampanye itu kini sudah tidak ada, sudah berubah jadi hotel. Zaman kini, tidak ada lagi bioskop di Rangkasbitung, mungkin karena terdesak si Kotak Ajaib, “bioskop” yang masuk ke rumah-rumah.
Sekaligus saja, film atau iklan yang berbau esek-esek pun leluasa beraksi. Pengaruh negatif televisi lebih besar dari pengaruh negatif film bioskop? Belum ada penelitian.
Aduh,…Menginterogasi Pak Guru!
Anak-anak Pasukan Khusus (Passus) KAPPI “mengamankan” seorang guru, seorang kepala sekolah. Suatu pagi usai salat Subuh, Uwes Qorny diminta teman-temannya datang ke Polres Lebak untuk memeriksa Pak Guru itu.
Setelah diberi tahu, Pak Guru yang harus diperiksa itu ternyata bekas gurunya sendiri, dan selama ini selalu dihormatinya. Uwes Qorny mengaku berat sekali. Pak Guru itu sering berbaik hati, baik kepada dirinya maupun kepada teman-temannya.
“Kalau bukan karena panggilan kejuangan, saya tidak mau menginterogasi guru yang sebelumnya amat dihormati itu,” kata Uwes Qorny. Aduh,...harus menginterogasi Pak Guru!
Di ruang pemeriksaan Polres Lebak, Pak Guru yang akan diperiksa Uwes Qorny sudah ada, didampingi seorang polisi dari Satuan Intel Polres setempat. Polisi itu, ternyata lawan Uwes Qorny di lapangan hijau, namanya Memed (kini alm.). Di lapangan hijau jadi lawan, di kantor polisi, bolehlah jadi teman.
Pak Guru itu memang dilaporkan sering menyudutkan Angkatan 66 - dan karenanya “diamankan” Passus KAPPI. “Bahwa harga-harga naik gara-gara KAPPI. KAPPI itu seperti garong – suka menculik pada waktu tengah malam”. Demikian antara lain provokasi Pak Guru itu, seperti diungkapkannya, suatu hari, di hadapan anak-anak SMP II Rangkasbitung.
“Mengapa Bapak menghasut anak-anak sekolah seperti itu. Sebagai seorang pendidik, Bapak sebenarnya tidak perlu berbicara begitu, “ kata Uwes Qorny, dengan nada bertanya, sopan sekali. Tampak, kedua tangan Pak Guru gemetar, wajahnya pucat pula, setelah mendengar pertanyaan dari bekas muridnya ini. Boleh jadi, Pak Guru bingung menjelaskannya, susah menjawabnya, atau mungkin menyesal.
Apa yang terjadi di luar pada hari-hari berikutnya? Ternyata, isu berkembang bahwa Uwes Qorny memeriksa bekas gurunya. Ketika itu, banyak guru yang cemas akibat ulah politisi ABG ”Sandekala” ini. “Saya tidak berlaku berlebihan. Saya hanya bertanya saja, “ kata Uwes Qorny kemudian. Pak Guru itu, seorang kepala SMP II Rangkasbitung, yang – menurut Uwes Qorny – tampaknya pro-PNI dan berpaham Kejawen. Uwes Qorny sendiri, pro-Masyumi. Lihat saja, berani mengganti palu arit dengan bulan bintang, meski “interogasi” terhadap Pak Guru yang dihormatinya itu karena menyangkut klarifikasi Angkatan 66, bukan soal PNI atau Masyumi.
Islam Atau Pancasila?
Pak Guru itu mengajar sejarah di SMA Negeri I Serang, tetapi materi ulangannya ternyata politik. Uwes Qorny, sang politisi ABG ini mulai kritis. "Ah, biarlah, isi saja, tidak usah protes. Cukup jadi catatan saja, " pikir Uwes Qorny yang ketika itu masih duduk di kelas I.
Pertanyaan ulangan itu begini. Pertama, Saudara setuju mana, Islam atau Pancasila sebagai dasar negara? Pertanyaan kedua, Pemerintah sedang mengadakan ishlah (damai) dengan PRRI. Saudara setuju?
Ketika itu, di Bandung, memang sedang dibahas mengenai dasar negara, pada sidang konstituante. Hebat, anak-anak diajak berpikir politik, soal yang fundamental pula : dasar negara. Jawaban Uwes Qorny di kertas ulangan? Islam saja.
Sebab, menurut ijtihadnya, berdasarkan bacaan dari koran dan pidato-pidato politik M. Natsir, Hamka, dan K.H.M. Isa Anshary, Islam memelihara toleransi, Islam mengakui hak-hak pemeluk agama lain meski minoritas. Soal nomor dua, ishlah, Uwes Qorny menjawab setuju 100 persen.
Seminggu kemudian, kertas jawaban ulangan dibagikan, sekaligus pula Pak Guru mengumumkan perincian anak murid yang memilih Pancasila dan anak murid yang memilih Islam.
Hasil perincian itu, ternyata hanya seorang murid saja yang memilih Islam, tidak lain hanyalah Uwes Qorny. Berontakkah kemudian? Begitulah, tetapi cuma dalam hati. "Saya pikir, Pak Guru ini pasti simpatisan PNI. Sebodo amat. Saya ini anak sekolah, bukan partisan atau kader partai." kata Uwes Qorny.
Pak Guru itu, penilaian Uwes Qarny, kelihatan kental dengan etnik Jawa-nya. Materi sejarah yang diajarkannya, antara lain, sejarah Bizantium, Persia, Mesir Kuno, dan lain-lain. "Pak Guru, itu pertanyaan ideologi politik, bukan sejarah ?" seru Uwes Qorny, juga dalam hati.Soal ishlah, tidak ada masalah. Semua murid memilih jawaban yang sama, setuju, agar negara tidak terpecah-belah.
Oleh Karena Tidak Kompak
Tahun 1957 ada pemilihan kepala daerah Kabupaten Lebak. Calon kuatnya, A.M. Syadeli (kepala Jawatan Penerangan Kabupaten Lebak) dari Masyumi dan Iko Jatmika (kepala Pendidikan Masyarakat Depdikbud Lebak) dari PNI, dan pernah jadi guru.
Pemilihan dimenangkan Iko Jatmika, meski di atas kertas A.M. Syadeli sudah terbaca punya peluang besar. Mengapa A.M. Syadeli kalah, Uwes Qorny diajari politik oleh kakaknya, Abu Naseh (Unin Syarifudin) dari Fraksi Masyumi, bahwa kekompakan antarpartai senafas itu perlu di parlemen. Buktinya, karena parpol Islam tidak kompak, antara lain karena faktor PSII, akhirnya jagoan dari Masyumi kalah dalam pemilihan.
Tidak ada aksi demonstrasi ketika itu, karena sang jagoan kalah? Tidak ada. Mereka lebih dewasa, lebih lega dada dalam berpolitik. Ketika itu, yang ada - barangkali - analisis kekalahan, untuk pelajaran dan pengalaman, bukan untuk pelampiasan dendam. Pelajaran yang harus dipetik : jabatan itu sebagai kehormatan untuk berbuat sesuatu bagi publik.
Dari sini, dari pemilihan kepala daerah Kabupaten Lebak ini, Uwes Qorny dikader politik sang kakak yang memang politisi Masyumi. Dalam soal politik, ketika itu, Uwes Qorny ibarat buah kenari, sedangkan sang kakak pohon kenarinya.
Setelah dewasa, buah kenari itu jadi pohon kenari juga, dan Uwes Qorny terjun ke dunia politik praktis, terutama semasa aktif di PII, Angkatan 66, dan seterusnya.
Boleh jadi, karena banyak membaca koran yang sarat dengan berita politik atau politik berita, lalu masuk ke Fakultas Publisistik, Uwes Qorny akhirnya terdorong juga senang berpolitik praktis.
Wartawan harian Indonesia Raya, Zen Amar, S.H. pernah memberi nasihat, “Anda menyentuh jurnalistik, pasti Anda akan merasakan hangatnya politik”. Kalau ingin merasakan panasnya politik campur duit, cobalah jadi demonstran bayaran. Anda bisa merasakan panas yang sebenarnya, panas sengatan matahari, atau terasa panas karena dikalahkan lawan. Panas yang terakhir ini, panas-nya bara nafsu, yang kalau tidak bisa dibendung, siapa pun Anda bisa membakar kantor parpol, pertokoan, kendaraan, dan lain-lain.
5. SI “KOBOY”
KA Rangkasbitung - Serang
Jangan dibayangkan sudah ada KA Merak Jaya di jalur Rangkasbitung – Serang (kini KA temewah di jalur Jakarta – Rangkasbitung – Merak itu sudah tidak ada lagi). Atau, jangan pula dibayangkan sudah ada kereta rel desel (KRD) atau kereta rel listrik (KRL) di jalur yang sama.
Satu-satunya KA yang menghubungkan Rangkasbitung - Serang (pergi pulang), pada tahun 1950-an itu, tidak lain si “Koboy” atau sebagian orang menyebutnya si “Gomar”.
Lokomotifnya berwarna hitam pekat. Lajunya mengandalkan kekuatan uap. Si “Koboy” dengan setia mengangkut penumpang setiap hari. Termasuk, di antara penumpang itu, puluhan ABG dari Rangkasbitung ke Serang. Mereka tinggal di Rangkasbitung, tetapi bersekolah di Serang. Maklum, ketika itu, di Rangkasbitung belum ada SMA.
Jadi Ketua Organisasi Penumpang KA
Uwes Qorny, salah seorang ABG itu, tergugah rasa keorganisasiannya ketika diajak bergabung mendirikan organisasi pelajar penumpang KA Rangkasbitung – Serang. Ketua pertamanya, Mulyadi, anak Mayor Dudung Padmasukarta.
Setelah itu, ketua dijabat Tamam, orang Kapugeran, berikutnya baru Uwes Qorny. Tidak lama (diserahkan kepada Iyet Afifi) karena pindah sekolah dari Serang ke Rangkasbitung, menyusul bedirinya SMA (1959). Sekadar jadi catatan saja, banyak penumpang yang kemudian jadi suami istri sebagai “berkah” jadi pelanggan KA Rangkasbitung – Serang.
Dari gerbong si “Koboy”, Uwes Qorny menimba pengalaman dan pelajaran tentang manusia dan kemanusiaan. Uwes Qorny terus bergerak, berorganisasi, sampai terakhir jadi “Lokomotif” KPPB, dan sukses menarik “gerbong” Banten bersama-sama tokoh dan rakyat Banten ke gerbang provinsi.
Uwes Qorny tidak sekadar melihat dan merasakan betapa rakyat biasa berjejal dalam angkutan KA, bisa melihat sesak dan mendengar desah “akar rumput”. Benar, nasihat seorang bijak, “Kalau ingin memahami demokrasi, duduklah sebentar saja bersama dengan Plato di perpustakaan dan duduklah lebih lama dengan rakyat di bus-bus kota”. Atau, duduklah lebih lama dalam KA yang sering dijejali penumpang, sehingga sewaktu-waktu gerbong KA itu samar : tempat ikan pindang atau tempat manusia.
6. NOSTALGIA SMA
Latihan Provokasi
Inilah latihan propaganda, latihan meyakinkan orang lain dengan modal pribahasa “lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang lain”. Uwes Qorny mengajak teman-temannya pindah ke Rangkasitung karena SMA sudah dibuka. Uwes Qorny meminta kroninya, Toyo Rakhmat, mengedarkan sirkulir. Isinya, “propaganda”. Siapa-siapa yang siap pindah ke Rangkasbitung harus mengisi formlir. Lumayan, ketika itu, sekitar 30 orang “terprovokasi”, dan mau pindah ke Rangkasitung. Maka, sejak itu, puluhan anak sekolah tidak lagi pergi pulang naik KA Rangkasbitung – Serang, tidak lagi berangkat saat matahari terbit dan pulang saat matahari tenggelam.
Uwes Qorny punya peran besar di sini. Merasa dirugikankah pihak PT KAI? Entahlah! Yang jelas, anak-anak setidak-tidaknya bisa menghemat ongkos. Ini, persis ketika Uwes Qorny berjalan sendiri, tanpa fasilitas kendaraan atau sponsor, saat memprovokasi urang Banten yang laik bangkit lagi memperjuangkan pembentukan Provinsi Banten.
Rawayan Ria dan Tiva Nada
Di tengah-tengah kesibukan belajar di sekolah atau aktif di organisasi, Uwes Qorny dan kawan-kawan sempat pula mendirikan grup band, namanya Band Rawayan Ria. Jangan berharap untuk rekaman atau mencari duit. Ini pelampiasan hobby. Hiburan.
Pemainnya, selain Uwes Qorny, Ohim Ibrahim, Ujang Syakhri, Toyo Herano, Toyo Rakhmat, Indardi, Pelly Sutadidjaja, Suritno, Suharno, Otih, dan Ipah Afifah (dua yang terakhr ini kakak beradik).
Di mana saja mereka tampil? Di mana saja, termasuk di tempat perkawinan, khitanan, atau di tempat keramaian lain. Dibayar? Tidak. Gratis saja, cukup diberi makan sekenyang-kenyangnya.
Lagu-lagu yang dibawakan Rawayan Ria terutama lagu-lagu pop ketika itu, termasuk – misalnya – lagu “Burung Kenari”nya Koes Bersaudara. “Burung kenari/slalu bernyanyi/Di pagi hari/ dan seterusnya. Begitu, antara lain, bunyi lirikanya.
Ada band lain yang kemudian berdiri, di bawah pimpinan Itto Rivano (terakhir Sekda Pandeglang), namanya Tifa Nada. Popularitas Rawayan Ria tampaknya lebih menonjol. Buktinya, Rawayan Ria jadi juara kedua dalam festival band se-Banten di Serang. Band leader-nya, si Kumis, Ujang Syakhri.
Uwes Qorny dan kawan-kawan kemudian membentuk kelompok Ikatan Penggemar Seni Budaya Indonesia (IPSBI). Terpilih pengurusnya, ketua Ohim Ibrahim, wakil ketua Uwes Qorny, dan sekretaris Ii Mufroni.
“Bedol Pamarayan” dan Bu Nunik
Ada Bendung Pamarayan di Kabupaten Serang, tepatnya di Kecamatan Pamarayan. Bendung inilah yang mengatur tata guna air dari Sungai Ciujung dan Ciberang, yang membelah Kabupaten Lebak. Mata air kedua sungai itu ada di perut Gunung Kendeng, Kecamaan Leuwidamar (tanah adat Baduy), Kabupaten Lebak.
Setiap tahun, Bendung Pamarayan itu dibuka, pintu airnya dilepas, dikenal warga dengan nama “Bedol Pamarayan”. Warga setempat ramai-ramai memungut ikan di sungai yang sudah tidak berair itu. Pintu airnya, memang dijebolkan alias, di-bedol-kan (dilepas). Ada “Bedol Pamarayan” suatu hari. Uwes Qorny dan kawan-kawan pergi ke sana. Maklum, acara langka, dan boleh disebut rekreasi setahun sekali. Bagaimana soal sekolah? Inilah akal bulus anak-anak, terutama Uwes Qorny yang mengambil inisiatif menulis pengumuman di papan tulis. Isi pengumuman itu, “Besok hari, anak-anak kelas II C Libur”.
Maka, Uwes Qorny dan kawan-kawan berangkat ke Pamarayan. Tidak diketahui pasti, teman-teman Uwes Qorny mau saja, padahal mereka tahu, gagasan itu bukan datang dari guru, bukan pula datang dari sekolah, melainkan datang dari akal-akalan saja. Bagaimana dengan Bu Nunik, guru Etnologi (ilmu-bangsa-bangsa) yang ketika pagi-pagi masuk kelas, tetapi tanpa murid? Boleh jadi jengkel. Lebih men-jengkel-kan lagi, di papan tulis ada pengumuman hari libur segala.
Uwes Qorny dan kawan-kawan kemudian merasa akan jadi “tersangka” karena tidak masuk kelas dengan sengaja. Pasti diadili Pak Direktur SMAN. Eh, ternyata, aman-aman saja. Rupanya, Ibu Nunik tidak melaporkan kasus anak-anak muridnya yang bengal bengal itu kepada Direktur SMAN. Bu Nunik baik hati? Begitulah. Kalau dilaporkan kepada Direktur SMAN, Uwes Qorny pasti jadi tersangka utama. Dan, anak-anak kelas II C itu kemudian naik semua.
Anak-anak kelas II C ini semuanya tujuh orang, ditambah beberapa orang anak baru yang berasal dari sekolah lain. Mereka adalah Yuyu Rohana, Mimin Aminah, si “bintang” di langit Banten, Ii Sumaryati, Iyoh, Memed, Mohammad Zen, Ceppy Suwandi, dan Ohim Ibrahim. Di antara murid kelas II C itu, ada dua anak yang berkelakukan aneh-aneh : Uwes Qorny dan Toyo Rakhmat.
Debat Koperasi Sekolah
Debat pembentukan koperasi sekolah berlangsung, suatu hari, dipimpin Edi Suryadi, kelas I. Soal yang diperdebatkan menyangkut koperasi yang berbadan hukum, tetapi diurus oleh anak-anak yang belum dewasa, yang masih onbekwaam (perlindungan atau penampunan).
Dalam debat itu, tampil narasumber, Suparno (guru mata pelajaran ekonomi), tetapi jawabannya dianggap tidak memuaskan. Lalu, tampil pula Direktur SMAN Soeminto jadi narasumber. Toyo Rakhmat dan Ohim Ibrahim gencar menyodorkan pertanyaan demi pertanyaan mendasar.
Anak-anak dari jurusan B (paspal = pasti alam) diam saja, jadi penonton, karena memang mereka tidak memahami urusannya, bukan bidang pelajaran mereka. Oleh karena perdebatan guru – murid itu tidak berujung, dan tidak ada keputusan, maka gagasan pembentukan koperasi sekolah itu gagal total.
Persoalannya baru terungkap kemudian. Ternyata, enteng saja. Koperasi sekolah tidak memerlukan badan hukum. Kalau itu terungkap dalam perdebatan sebelumnya, tentu gagasan pembentukan koperasi sekolah akan lancar-lancar saja. Direktur SMAN Soeminto marah karena program koperasi sekolah gagal? Tampaknya, begitu, gara-gara Uwes Qorny dan kawan-kawan.
“Beres, Dak, Isuk Sakola!”
Suatu hari, entah apa alasannya, tiba-tiba kelas III C diliburkan. Lebih dari itu, malah kelas III C disegel segala. Anak-anak menyambut gembira pengumuman libur itu? Malah bertanya-tanya, karena “tak ada hujan tak ada angin sebelumnya”.
Ceritanya, Direktur SMAN kesal karena anak-anak kelas III C sering gaduh, terutama anak-anak perempuan yang sering cerewet. Kantor Direktur SMAN ini hanya dipisahkan dengan dinding bambu dari ruang kelas III C.
Direktur SMAN masuk kelas, dan kelas III C diliburkan selama sepekan. Direktur SMAN itu pun tidak memberi kesempatan bertanya kepada anak-anak.Boleh jadi, kalau ada tanya jawab, khawatir kelak berlanjut pada perdebatan seperti ketika pembentukan koperasi sekolah yang gagal.
Anak-anak kelas III C itu kemudian berkumpul di rumah Yuyu Rohana, di Jalan Patih Derus. Semua bingung. Tidak tahu jalan keluarnya, padahal hari-hari ujian semakin dekat. Kalau ujian tidak lulus, aduh, betapa memalukan dan memilukan. Anak-anak kelas III C bingung. Mereka tidak tahu harus berbuat apa, dan bagaimana…
Di tengah kebingungan itu, Uwes Qorny tampil menyampaikan gagasan, akan menemui langsung Direktur SMAN yang tampaknya sedang ngambek itu. Teman-temannya setuju.
Maka, jadilah Uwes Qorny juru bicara kelas III C, jadi “diplomat” gaya kelas III C. Urusannya, lobby juga, urusan yang menyangkut kebijakan pimpinan tertinggi di sekolah. Lalu, Pergilah Uwes Qorny sendiri ke sekolah, minta izin menemui Direktur SMAN, dan langsung diterima.
Setelah berhadap-hadapan, Uwes Qorny tampil bergaya seorang diplomat. “Begini, Pak! Pertama-tama, kami mohon maaf. Kami menyesal atas kelakuan kami yang kurang disipilin. Kedua, kebijakan Bapak meliburkan sepekan agar ditinjau kembali,” kata Uwes Qorny, lembut dan datar.
Lalu, inilah serangkaian kalimat yang menyodok dan sekaligus membangun kesadaran Direktur SMAN. Kata Uwes Qorny lagi, “Kedua, begini, Pak! Ujian ini merupakan yang kali pertama di SMAN ini. Kalau diliburkan, sungguh kami rugi, padahal hari-hari ujian semakin dekat”. Rupanya, Direktur SMAN ini memahami benar penyesalan anak-anak. Sekaligus pula, Direktur SMAN menghargai niat baik mereka dalam menghadapi ujian SMAN yang memang kali pertama diselenggarakan. Maka, tanpa berpkir panjang lebar, kata Direktur SMAN ketika itu juga, “Besok, masuk lagi!”.
Teman-teman Uwes Qorny menunggu harap-harap cemas. Berhasil atau gagal misi “diplomatik” Uwes Qorny? Jangan-jangan, malah diperpanjang masa liburannya. Rumah Yuyu Rohana pun terasa suram. Anak-anak sedang muram.
Uwes Qorny datang menemui teman-temannya yang sedang menunggu hasil pertemuan dengan Direktur SMAN itu. Hasilnya, “Beres, Dak, isukan sakola!”. Maka, melonjaklah kegirangan anak-anak itu. Misi “diplomatik” Uwes Qorny berhasil. ”Cukup! Pokoknya, besok masuk sekolah lagi!”).
Dengan demikian, masa libur tidak sampai sepekan. Bubarlah perteman di rumah Yuyu Rohana itu. Anak-anak berbunga-bunga, berbahagia, persis seperti burung-burung kenari yang berbangga dan berbahagia saat menyambut sang surya tiba.
Ada yang mengucapkan terima kasih kepada Uwes Qorny? Tidak ada, justru Uwes Qorny berterima kasih karena sudah dipercaya jadi diplomat. “Begitulah gaya Rangkasbitung, gaya Banten. Saya sendiri hanya terdorong oleh rasa kebersamaan,” kata Uwes Qorny.
“Bintang” Di Langit Banten
Ada 15 murid SMAN I Rangkasbitung ketika itu. Mereka generasi pertama. Semua lulus, kecuali Mimin Aminah, murid paling cantik, bahkan paling cantik se-Banten. Oleh karena paling cantik itu, bahkan Uwes Qorny pun tidak berani jatuh cinta.
Ke-tidak lulus-an Mimin, sebenarnya bukan karena banyak angka merah, melainkan ada faktor lain sehingga menjeratnya jadi tidak lulus. Uwes Qorny merasa bertanggung jawab pula atas ke-tidak lulus-an Mimin Aminah itu.
Ceritanya, suatu hari, Uwes Qorny ditugasi Direktur SMAN I Rangkasbitung, Soeminto, untuk mengantar Mimin menemui Kapolres Lebak Rustam Effendi. (Belakangan, Rustam satu mertua dengan Soeminto. Mertua mereka Ibu Ali Sastrawiguna. Soeminto menyunting Betty dan Rustam menyunting Hedy).
Mengapa Mimin dipanggil Kapolres? Soalnya ada temuan mencurigakan berkatian dengan kertas ujian Mimin. Soeminto tahu persis, pertanyaan ujian tidak dijawab semua, banyak yang kosong.
Ketika kertas hasil ujian Mimin diperiksa, ternyata pertanyaan yang semula kosong itu jadi penuh semua. Jawabannya betul pula. Soeminto curiga. Ada apa gerangan dengan gadis - yang dinilai - tercantik di Banten itu?
Kecurigaan Soeminto kemudian terjawab. Orang yang mengisi pertanyaan kosong pun diketahui. Berdasarkan hasil penyelidikan, ternyata, kertas ujian Mimin itu diambil salah seorang guru, guru mata pelajaran tata negara.
Lalu, kertas yang kosong itu dibawa ke rumah Mimin, sekaligus Mimin diminta mengisinya. Oleh karena disuruh Pak Guru, Mimin mau saja. Mengapa Pak Guru begitu? Ah, mudah ditebak, karena bujangan sarjana muda IKIP ini teramat “hogob”, demikian Uwes Qorny menyebut, dan berharap umpan balas cinta Mimin.
Tidak diketahui pasti, apakah ketika itu Mimin sadar atau tidak sadar atas aksi kebaikan Pak Guru itu. Ternyata, buruk bagi Mimin kemudian. Mimin tidak lulus ujian. Sudahlah. Mimin korban ambisi dan mimpi seorang guru? Urusan ujian di sekolah, kemudian jadi urusan di polisi.
Boleh jadi, Mimin dipanggil sebagai saksi, dan Uwes Qorny sebagai saksi-nya saksi. Uwes Qorny mengaku bersedih karena Mimin tidak lulus, sedih bukan karena “hogob”. Uwes Qorny memperoleh pelajaran berharga dari kasus Mimin itu : baha setiap kesalahan adala dosa. Setiap dosa, ada hukumanya.
Ketika acara perpisahan, dalam sebuah upacara yag dihadiri para guru, murid, tokoh masyarakat, dan pejabat, Uwes Qorny ditunjuk sebagai wakil teman-temannya untuk menyampaikan pesan, kesan, dan kenangan.
Pada sambutannya, Uwes Qorny mengingatkan bahwa betapa negeri Lebak tetap memprihatinkan. Kualitas gedung sekolah menyedihkan. Uwes Qorny semangat berpidato, tetapi sedih pula karena Mimin tidak hadir. Mimin tidak lulus dari SMAN, tetapi nasibnya kemudian cukup baik karena dipersunting seorang sarjana wajib militer (wamil) lulusan UI, Gufron Dwipayana. Terakhir, Gufron jadi direktur PFN (Perusahaan Film Negera) dan asisten Mensesneg.
Lama setelah itu, dan setelah kabar Mimin tidak terdengar lagi, tiba-tiba datang berita, Mimin meninggal dunia di Belanda ketika berobat. Penyakit kankernya cukup parah. Uwes Qorny bersedih lagi. Terbayang ketika Mimin jadi “rebutan” saat jadi bintang SMAN I Rangkasbitung, ketika Mimin diantar ke Polres Lebak, ketika Mimin bersedih karena tidak lulus ujian, dan ketika Mimin tidak hadir pada acara perpisahan. Semua jadi kenangan, jadi nostalgia SMAN, meski tanpa gita cinta dari SMA.
Suami Mimin, Brigjen Gufron Dwipayana meninggal dunia tahun 1990-an sebelum Mimin. Presiden Soeharto dan Ibu Tien melayat ke rumah duka ketika Gufron Dwipayana meninggal dunia.
Terbayang di benak Uwes Qorny ketika Mimin berbahagia dipersunting Gufron yang baru saja lulus dari wamil UI. Tidak lulus dari SMAN, tetapi – rasanya – Mimin memperoleh pengganti yang lebih bermakna, jauh lebih berharga dari sekadar selembar ijazah SMAN.
Suatu hari kemudian, dalam perkawinan Uwes Qorny bin K.H. Adra’i – Iece Hilwiah binti Raden Nawawi Wiriatmaja. Ayah Mimin, Kosasih, jadi wakil rombongan calon pengantin wanita, sedangkan yang bertindak wakil rombongan calon pengantin pria, Nafsirin Hadi.
Akad nikah Uwes – Iece berlangsung di Jalan Letnan Muharam, Rangkasbitung, 4 Mei 1974. Babak kehidupan lajang Uwes Qorny dipangkas, dan mulai masuk ke babak berikutnya. Uwes Qorny berbahagia. Pucuk kenari pun bernyanyi.
Uwes Qorny kawin setelah semasa kecil dulu menyaksikan puluhan pasangan calon pengantin dikawinkan. Uwes Qorny, ketika itu, selalu setia mendampingi sang ayah (K.H. Adra’i) yang memang penghulu itu. Oh, beginilah rasanya jadi pengantin!
Menginap di Rumah Bupati
Orang yang menjadi bupati Lebak (karena dulu ada pemisahan kepala daerah dan bupati) ketika itu, Mohammad Saleh, mantan patih Lebak yang pernah pindah ke Sukabumi. Bupati Lebak ini punya anak, Syarif Hidayat, yang kebetulan sesama anggota "gang" Uwes Qorny semasa di SMP dan SMA, bersama Toyo Rakhmat, Saepudin, Toyo Herano, Hidayat Bawadi, Ujang Syakhri, Hartoko, dan lain-lain.
Setelah dewasa, Uwes Qorny dan Syarif Hidayat tetap bersahabat. Kalau orang tua Syarif Hidayat berlibur ke Sukabumi, Uwes Qorny biasa diajak Syarif Hidayat untuk menginap di gedung negara pendopo Kabupaten Lebak. Ketika itu, entahlah, apakah Uwes Qorny pernah mimpi jadi bupati Lebak atau tidak.
Pada hari-hari berikutnya, Uwes Qorny sering diundang ke gedung negara pendopo Kabupaten Lebak, baik untuk sekadar ngobrol maupun untuk menghadiri upacara-upacara resmi. Terlebih-lebih, Bupati Lebak Drs. H. Moch. Yas’a Mulyadi, .M.T.P., yuniornya di KUMALA, terbilang sering mengundangnya.
Almamater
SMAN I Rangkasbitung dengan sendirinya jadi almamater. Bersamaan dengan munculnya sang surya pagi hari, dan nyanyi-nanyi burung di pucuk kenari, di jantung kota Rangkasbitung, sekolah yang terletak di Jalan Pahlawan itu ditinggakan pula. Teman-teman Uwes Qorny pun berpencar, ada yang meneruskan jenjang pendidikan ada pula yang tidak, baik karena kekurangan minat, bekerja, atau karena faktor ekonomi.
Tidak sedikit, pejabat atau pebisnis sukses sekarang ini berasal dari SMAN I Rangkasbitung. Pada waktu-waktu tertentu, mereka mengadakan reuni, berkumpul kembali untuk mengenang masa-masa di SMAN I Rangkasbitung, masa-masa yang indah dan masa-masa yang pahit, atau masa-masa manis campur pahit.
Banyak lulusan SMAN I Rangkasbitung yang kini menyandang gelar doktor, apalagi yang menyandang gelar S-1 nyaris tidak terhitung lagi. Lebih tidak terhitung lagi, lulusannya.
Kini, di Kabupaten Lebak, SMAN sudah ada di beberapa kecamatan. Apa pun, SMAN I Rangkasbitung adalah SMAN perintis. Kalau kemudian sering jadi pilihan pertama lulusan SMP di Kabupaten Lebak sendiri, sangat mungkin karena kualitas dan kredibilitasnya, bukan semata-mata karena yang pertama – barangkali. ☻
Burung-burung bernyanyi-nyanyi
pada ranting dan dahan kenari.
Mereka bernyanyi-nyanyi mendendangkan kebebasan,
sambil menyambut hangatnya matahari pagi.
Nyanyian pucuk kenari,
nyanyian pagi burung kenari,
nyanyian hati yang damai di tengah sepoi angin pagi.
Kini, tak ada lagi kenari
di jantung Kota Rangkasbitung.
Tumbang
atau memang sengaja ditumbangkan.
Entah siapa penanam kenari.
Lalu, jantung kota Rangkasbitung dihijaukan.
Bukan dengan kenari, melainkan dengan deret palm
di sepanjang jalan di jantung kota,
juga di seputar alun-alun.
Bakal sekokoh kenari tempat
bermain dan berteduh anak-anakkah?
Anak-anak zaman kini perlu diajari lebih jauh makna keteduhan,
jauh dari sekadar rasa teduh
di bawah pohon kenari atau di bawah pohon palm!
Kini pula,
jantung kota sudah berhiaskan ”pepohonan” lain,
yang terang menyela, kala malam tiba.
Kenari sudah tak ada, palm sudah tak ada
Yang ada, sinar matahari pagi yang tak pernah ingkar janji.
1. DENGAN ANAK-ANAK RANGKASBITUNG
Rangkasbitung Aman
Hari-hari di jantung Kota Rangkasbitung hari-hari aman dan nyaman. Tidak ada desing peluru dan pengungsian demi pengungsian seperti di Malingping. Ternyata, memang, lain jantung kota Rangkasbitung, lain pula jantung kota Malingping yang penuh gejolak dan orang galak (penjajah).
Kalau sore hari tiba, Uwes Qorny dan kawan-kawan bermain-main di bawah pohon kenari sambil menunggu dan menunggu buah kenari jatuh ditiup angin. Mereka ramai-ramai memungutnya.
Uwes Qorny berangan-angan, orang dewasa yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan harus punya kebangaan, misalnya, dengan diwujudkan dalam lirik lagu “Rangkasbitung kota paling aman/Tempat para pahlawan beristirahat menyusun kekuatan”.
Bung Karno di Pohon Kenari
Uwes Qorny dan kawan-kawan akrab dengan pohon kenari tempat bercanda dan ketawa, tempat bermain dan bergurau. Teduh, tidak khawatir tertimpa buah kenari karena memang kecil. Jantung Kota Rangkasbitung, ketika itu, laiknya taman kenari.
Ada pohon-pohon tinggi dan besar di jalan seputar jantung kota itu. Pada sebuah pohon, terpasang foto Presiden Soekarno berukuran besar. Latar belakang foto itu warna merah putih.
Uwes Qorny amat terkagum-kagum pada foto itu. Ingin sekali tampil gagah seperti Presiden Soekarno, tetapi mustahil – seperti diakui Uwes Qorny sendiri kemudian. Foto besar di pohon kenari itu selalu ditatapnya kalau bermain-main di bawah pohon kenari. Semakin hari, semakin kagum. Gagah dan berwibawa, seperti tercermin pada busananya.
Memukau dan Membakar Semangat
Seorang anak laki-laki berusia 10-an tahun, bercelana pendek, ikut berbaris di pojok alun-alun Rangaksbitung, Kabupaten Lebak. Ketika hadirin bertepuk tangan, anak itu pun ikut bertepuk tangan. Hadirin terbius, terpukau, berpesona mendengar pidato berapi-api Presiden Soekarno, pada awal tahun 1950-an.
Siapa anak laki-laki yang bercelana pendek, yang duduk di pojok alun-alun Rangkasbitung, dan ikut bertepuk tangan itu? Dialah Uwes Qorny. “Sungguh, saya terpesona mendengar pidato Presiden Soekarno,” kata Uwes Qorny kemudian, ketika menceritakan kembali pengalamannya.
“Sungguh, saya terpesona oleh gaya pidatonya,” kata Uwes Qorny lagi, yang sempat berusaha meniru gaya pidatonya itu - tetapi tidak kesampaian. Bung Karno sempat salat Jumat di masjid agung Rangkasbitung. Uwes Qorny pun ikut salat Jumat.
Uwes Qorny masih ingat betul pesan Persiden Soekarno kepada warga Banten dalam pidatonya yang disampaikan dalam bahasa Sunda - dan seperti biasanya tanpa teks itu.
“Urang Banten, ulah jadi bangsa peuyeum!” seru Presiden Soekarno, disambut yes dan gemuruh tepuk tangan hadirin, termasuk Uwes Qorny yang belum tahu maknanya lebih jauh.
Pesan Presiden Soekarno agar warga Banten jangan jadi bangsa peuyeum (tetapi tidak salah kalau doyan peuyeum), diakui Uwes Qorny, sangat mempengaruhi jiwanya, membakar semangatnya.
Oleh karena itu, ketika menghadapi perjuangan pembentukan Provinsi Banten misalnya, Uwes Qorny tidak berbekal mental peuyeum, tidak pula berbekal mental leumeung (kue beras), atau mental pasung (kue manis dari tepung beras), tetapi berbekal mental baja PT Krakatau Steel , Cilegon.
Kelompok Anak Masjid
Di samping bersekolah di SD (SR), Uwes Qorny masuk pula madrasah, di Alhidayah Islamiyah, Gang Kibun. Gurunya, antara lain, Ustaz Tohir, Ustaz Umar, dan Ustaz Syuhada. Muridnya sekitar 40 orang.
Uwes Qorny terkesan oleh dua anak yang amat rajin, tidak pernah bolos masuk madrasah : Iyet Afifi (cucu Haji Abdul Hadi) dan Badri (H. Achmad Bdri Maulana, B.A., kini Ketua KPU Lebak), yang biasa dipanggil Endud, cucu Haji Abdul Hadi.
Tidak cukup belajar di SD dan belajar di madrasah, Uwes Qorny dan anak-anak seusianya, ketika itu, belajar pula mengaji dan menghapal Alquran. Pria dan wanita dipisahkan. Pria mengaji di rumah Ustaz Syuhada dan perempuan mengaji di rumah Embah Bani.
Kalau bulan Ramadan tiba, kegiatan pengajian dihentikan karena dialihkan ke masjid. Maka, ramailah masjid dengan kegiatan anak-anak, baik dengan pengajian maupun dengan salat tarawikh. Puncak keramaian terutama terjadi pada 10 hari terakhir Ramadan.
Oleh karena banyaknya anak-anak masjid, maka lahirlah semacam kelompok anak masjid yang beranggotakan sekitar 10 orang. Ketuanya, Ucin Muhsin. Karena nama itu kurang pas untuk seorang ketua, maka Ucin Muhsin diganti dengan nama Mohammad Gifni. Keren!
Uwes Qorny jadi anggota “gang” itu. Anggota “gang” masjid yang masih diingatnya, antara lain, si Kancil alias Jamhari, Iyet Afifi, Badri, Buncing, Otot Sukanta, Samsudin, Maman Sulaiman, dan lain-lain. Anggota kelompok itu nyaris jarang tidur di rumah masing-masing, karena lebih banyak tidur di rumah ketua, Mohammad Gifni, di Kaum Pasir.
Kalau Ramadan tiba, markas mereka pindah ke masjid, di alun-alun. Biasa, kalau Ramadhan tiba, banyak makanan yang diberikan jamaah masjid, terutama pada 10 hari terakhir Ramadan.
Uwes Qorny ditugasi sang komandan menerima kiriman baskom yang berisi kiriman kue dari jamaah, kemudian dikumpulkan di tempat tertentu. Begitulah, satu atau dua kiriman baskom dibelokkan ke belakang mimbar, untuk kemudian jadi santapan anggota “gang” masjid sendiri.
Hockey dan “Hihid”
Udara Rangkasbitung terbilang gerah. Oleh karena itu, banyak “hihid” (kipas nasi) di masjid. Pada waktu salat Jumat, misalnya, jamaah mengipas badan dengan “hihid” itu biar terasa sejuk. Kalau Jumat usai, “hihid” itu dikumpulkan Mang Zairin, khadam masjid, untuk kemudian digunakan lagi pada hari Jumat berikutnya.
“Hihid” yang banyak itu ternyata memicu gagasan kelompok masjid untuk bermain hockey. Bolanya, bola pingpong (bola tenis meja). Bermain hockey-lah anak-anak masjid itu dengan alat pemukulnya “hihid” itu.
Akibatnya, “hihid” cepat rusak. Kalau sudah rusak, mudah saja, anak-anak mengambil lagi “hihid” yang baru, dan rusak lagi. Ketua DKM Masjid, Uwa Syamsuri bingung, betapa “hihid” amat cepat rusak, padahal hanya digunakan enteng-enteng saja setiap Jumat.
Uwa Syamsuri mengusut kerusakan “hihid” itu. Hasil pengusutan, ternyata otak kerusakannya tidak lain cucu Uwa Syamsuri sendiri. Nah! Bagaimana caranya “menghukum” si cucu?
Dari Kenari ke Beringin
Seorang pedagang asongan ingin berteduh di bawah pohon beringin. Sebelumnya, pedagang asongan ini ngomel, dan mengejek. “Kamu ini, pohonnya saja yang besar, tetapi buahnya kecil”.
Beristirahatlah si pedagang asongan itu di bawah rindangnya pohon beringin. Angin yang berembus lembut sekali. Udara terasa sejuk, sehingga mengantuklah pedagang asongan itu, kemudian tidur nyenyak. Angin terus berembus, menyapu daun beringin, dan mengantarkan pedagang asongan itu ke alam mimpi indah.
Ceritanya, jatuhlah sebutir buah beringin, persis ke atas hidung pedagang asongan tadi. Kontan saja, pedagang asongan ini bangun, dan spontan pula bersyukur. “Alhamdulillah. Kalau buahnya besar, betapa akan hancur berantakan hidung saya yang memang pesek ini”. Ya, bersyukur, padahal sebelumnya ngomel dan mengejek.
Semua terserah Anda, mau menafsirkan apa atau bagaimana dongeng beringin itu. Sastrawan, wartawan, politisi, ulama, atau insinyur pertanian akan punya tafsir yang berbeda-beda – tergantung sudut pandang masing-masing.
Apa pun, pohon kenari dan pohon beringin sama-sama besar dan buahnya sama-sama kecil. Bedanya, kalau pohon beringin diadopsi jadi lambang institusi atau partai, sedangkan pohon kenari tidak, atau mungkin belum!
Beringin ada lagunya, berjudul “Pohon Beringin”, dinyanyikan Tetty Kadi, (dan pernah jadi alat kampanye), sedangkan kenari dinyanyikan Koes Bersaudara dengan judul “Burung Kenari”.
Semasa kecil, Uwes Qorny senang bermain-main di bawah pohon kenari. Sesudah dewasa, Uwes Qorny “bermain-main” di bawah pohon beringin - kini jadi lambang parpol. Ketika berada di sini, Uwes Qorny merasa teduh seperti di bawah pohon kenari, atau memang gerah seperti udara Rangkasbitung?
2. MEMBACA
Jadi Anggota Perpustakaan
Siapa pun pernah membaca. Soal kemudian membaca itu jadi hobby atau sekadar pengisi waktu, itu soal lain. Siapa pun pernah membaca, soal kebiasaan membaca itu dilakukan sejak kecil atau setelah dewasa, itu soal lain pula. Alangkah baiknya kalau punya kebiasaan membawa buku ke mana-mana, dan dibaca kalau ada waktu senggang.
Di Rangkasbitung, tempo hari, membaca buku di bawah pohon besar yang rindang, di bawah nyanyi-nyanyi pucuk kenari misalnya, jadi kesenangan tersendiri. Anak-anak SD sering melakukannya, setidak-tidaknya pada hari-hari sedang ulangan umum.
Uwes Qorny ditakdirkan punya hobby membaca sejak kecil, sejak bisa membaca dan menulis. Lebih dari itu, malah Uwes Qorny jadi anggota perpustakaan yang dikelola Kasi Pendidikan Masyarakat, Depdikbud (kini Diknas) Kabupaten Lebak. Belakangan, Uwes Qorny sendiri mendirikan perpustakaan, diberi nama Perpustakaan Umum Saija & Adinda.
Juga Koran dan Majalah
Buku-buku yang dibaca Uwes Qorny beragam, seperti buku roman, buku sastra, dan buku pengetahuan umum. Buku-buku terbitan Balai Pustaka amat disukai Uwes Qorny, misalnya buku-buku karangan pujangga Angkatan Baru seperti Armijn Pane, Sutan Takdir Ali Syahbana, Idrus, Abdul Muis, Hamka, dan lain-lain.
Buku sastra Sunda pun tidak dilewatkan, seperti buku Jatining Sobat. Kabupaten Lebak, sebenarnya punya sastrawan Sunda, Mas Ace Salmun, kelahiran Rangkasbitung. Mas Ace Salmun, tampaknya lebih terkenal di Bandung daripada di Rangkasbitung. Namanya, diabadika jadi sebuah jalan, Jalan M.A. Salmun, yang merupakan “sirip ikan” Jalan Multatuli.
Buku karya pengarang asing dilalap juga, seperti karangan Mark Twain. Sehari, rata-rata Uwes Qorny membaca buku 2 buah atau 3 buah. Di samping membaca buku, Uwes Qorny pun melalap majalah dan koran.
Dari ratusan murid SD di Rangkasbitung ketika itu, Uwes Qorny satu-satunya orang yang berlangganan Kuntum Mekar, koran anak terbit harian Pikiran Rakyat. Kini, Pikiran Rakyat punya anak terbit di Banten, Fajar Banten. Uwes Qorny pun berlangganan Suluh Pelajar yang dipimpin sastrawan Sunda, Ayip Rosidi (kemudian jadi guru besar di Jepang).
Beberapa harian dibaca pula Uwes Qorny. Surat kabar Pedoman yang dipimpin Rosihan Anwar, harian Abadi yang dipimpin Suardi Tasrif, dan Indonesia Raya yang dipimpin Mokhtar Lubis, tidak asing lagi bagi Uwes Qorny.
Salah seorang wartawan Indonesia Raya ketika itu adalah Atma Kusumah Astra Atmadja, orang Rangkasbitung, dan pernah jadi ketua Dewan Pers. Atma Kusumah pernah meraih penghargaan Ramon Magsaysay dari Philipina atas prestasinya dalam perjuangan kemerdekaan pers (tahun 2000).
Juga Membaca Diri Sendiri
Bacaan demi bacaan dari surat kabar, ternyata kemudian membentuk Uwes Qorny jadi aktivis. Maklum, surat-surat kabar ketika itu mendorong aksi pergerakan, terutama pergerakan politik. Harian Abadi, misalnya, didukung Masyumi, sedangkan Indonesia Raya dan Pedoman didukung kaum sosialis (PSI).
Berawal dari Hobby membaca pula, Uwes Qorny kemudian mendirikan perpustakaan umum Saija dan Adinda di Rangkasbitung. Di samping itu, pilihan pada Fakultas Publisistik, Unpad, Bandung, dipengaruhi pula hobby membaca media masa cetak sejak kecil
Dari hobby membaca pula, Uwes Qorny kemudian lebih banyak membaca diri sendiri, juga sering membaca “permainan” orang lain, misalnya, dalam menghadapi pemilihan gubernur Banten.
Uwes Qorny pun piawai membaca permainan lawan dalam pertandingan sepak bola. Apa pun, hobby membaca amat bermanfaat. Sebuah sisi baik Uwes Qorny yang perlu ditiru dan digalakkan orang tua terhadap anak-anaknya zaman sekarang. Orang-orang sukses, biasanya, punya hobby membaca. Buku itu jendela budaya, seadngkan koran jendela informasi.
Adakah Sesuatu yang Salah?
Anak-anak tidak perlu lagi membaca, sebab cukup dengan telinga dan mata ketika memantau tayangan demi tayangan televisi.Anak-anak zaman kini, lebih banyak diperkenalkan pada komik Jepang atau film khayalan ilmiah produksi Amerika Serikat.
Mereka lebih banyak mengenal Dora Emon daripada si Kabayan, lebih terpesona oleh Superman daripada si Pitung dari Betawi. Dalam pergaulan anak-anak, mereka lebih banyak membicarakan dunkin donut daripada leumeung, lebih banyak membaca iklan pizza daripada pasung, dan lebih mudah teringat pada kentucky fried chicken daripada gogodoh kotok.
Adakah yang salah? Adakah yang perlu diperbaiki mengingat isu nasionalisme yang kian memudar? Atau, biarkanlah semua berlalu seiring waktu karena pada akhirnya anak-anak akan menentukan pilihannya sendiri?
Anak-anak pada zaman Uwes Qorny, lain dengan anak-anak pada zaman kini. Kalau dulu mereka akrab dengan main “Gobag” atau “Ambil-Ambilan”, maka anak-anak zaman kini lebih terpaku di depan layar televisi dengan ber-game ria atau asyik dengan permainan elektronik lainnya. Hiburan atau permainan untuk anak-anak zaman kini memang mahal. Semua serba teknik dan elekronik.
Kini, bahkan anak SMP pun sudah melengkapi dirinya dengan telepon genggam. Bersepeda motor pula. Pada Sabdu malam, misalnya, gaya-gaya ABG anak-anak usia SMP bisa disaksikan di seputar alun-alun Rangkasbitung.
Terkadang, dan yang membuat banyak tokoh agama risih : tampak adanya pergaulan nyaris tanpa batas antara pria dan wanita. Di sudut-sudut remang-remang, di luar alun-alun Rangkasbitung, sepertinya ada pergaulan yang tidak beres.
Maka, Adakah sesuatu yang salah dalam mengarahkan dan mengerahkan bakat anak-anak dari orang tuanya? Atau, biarkan mereka bertamasya dengan fantasinya di dunia global kini lewat media canggih elektroniknya. Anak-anak kita bertemu dengan sebuah budaya dan generasi yang boleh jadi tidak terbayangkan sebelumnya oleh para orang tua.
3. HARI-HARI ABG
Di SMP Negeri I Rangkasbitung
Seorang putra daerah peduli pada pendidikan. Pak Edi Junaedi, meski seorang berlatar belakang pendidikan teknik, tetapi bercita-cita pula mendirikan SMP Negeri. Maka, lahirlah SMP Negeri I, tahun 1954, terletak di Jalan Multatuli, sampai kini.
SMP Negeri itu masih ada, dan salah satu sekolah pavorit di Lebak. .Kini, SMP (SLTP) ada di setiap kecamatan, bahkan di satu kecamatan ada beberapa SMP. Di kecamatan yang jauh, malah ada SMP terbuka.
Seperti lulusan sekolah HIS, MULO, dan AMS, Pak Edi pun fasih berbahasa Belanda. Ketika itu, SMP umum sudah ada di Rangkasbitung, di Jalan Letnan Muharam, didirikan pada tahun 1950. Bangunannya bekas SR IV.
Anak-anak yang bersekolah di SMP Negeri 1 umumnya orang Rangkasbitung, dan hanya sedikit saja yang berasal dari luar Rangkasbitung. Anak-anak SMP Negeri I terdiri dari anak-anak pribumi tentu saja, juga anak-anak nonpribumi pun (WNI keturunan Cina) .
Uwes Qorny masih hapal betul dua teman kakak beradik keturunan Cina dari Maja, Tan Yong Cung dan Tan Yong Wan. Kalau mereka bertiga bermain, justru Uwes Qorny yang dianggap anak si akew. Soalnya, kedua kakak beradik WNI keturunan Cina itu berkulit sawo matang, sama seperti anak-anak WNI keturunan Cina di Tangerang.
Memang, ketika masih kecil, Uwes Qorny dianggap anak Jepang (di Malingping), dan setelah jadi ABG dianggap anak Cina, atau orang menyebutnya si Akew. Sudah ada pembauran ketika itu, di Rangkasbitung, dan tanpa masalah.
Lulusan SMP Negeri I Rangkasbitung tahun 1950-an yang tampaknya berhasil, dan menjadi pejabat, antara lain, Supardjo, S.H. (UI, kakak kandung Uwes Qorny, dan pernah bertugas di beberapa kedutaan besar, antara lain, di Amerika Serikat), Drs. Yoyo Hudaya (IKIP), Prof. Dr. Herman Haeruman (Bappenas, kini rektor Universitas Mathlaul Anwar, Pandeglang), Brigjen H.M.A. Sampurna (Wagub Jabar), dr. Afifi (RSU Hasan Sadikin) dokter Bagja Waluya (Atase Kebudayaan di Kedutaan RI di Malaysia) Prof. Dr. Dody Nandika (Sekjen Departemen Pendidikan Nasional), dan Suganda Priatna (Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad). Dari kalangan perempuan yang berhasil, antara lain, Ida Farida Ayun (sutradara, adik Misbach Yusa Biran).
Uwes Qorny bangga dengan prestasi teman-temannya itu. Pada acara-acara tertentu, para lulusan SMP Negeri I Rangkasbitung sering berkumpul, di Rangkaasbitung, untuk sekadar bernostalgia. Mereka ingin mengenang kembali masa-masa kanak-kanak, selama di tanah air kelahiran.
Kelakuanku Merah
Seorang guru SMP Negeri I yang tampak berwibawa, Pak Aris Munandar. Keras dan amat disiplin. Suatu hari, Uwes Qorny cuek saja atas pidatonya. Uwes Qorny dipanggil, dan disuruh berdiri di samping Pak Aris Munandar.
Di sini, Uwes Qorny tampil seakan-akan sedang berpidato saja, tampil seperti Pak Aris. Meski jadi perhatian teman-temannya, Uwes Qorny cuek saja. Nasib. Nilai di raport kemudian ternyata angka merah, empat (4) , sebagai “imbalan” atas kelakuannya.
Sang ayah, setelah melihat nilai merah pada sektor yang amat strategis, kelakuan (akhlak), marah dan menegur keras Uwes Qorny. Angkanya mematikan pula, empat (4). Uwes Qorny insaf? Ah, hanya bisa nyengir saja. Dasar bengal!
Masih di SMPN I Rangkasbitung. Ada pengumuman di pintu sekolah, “Bahasaku bahasa Indonesia”. Setiap anak yang masuk wajib membaca pengumuman itu, dan wajib pula berbahasa Indonesia. Kalau sudah masuk kelas, kembali lagi berbahasa Rangkasbitung.
Bahasa Indonesia di kalangan anak-anak sekolah ketika itu, amat digalakkan karena bahasa nasional. Pak Guru mewajibkannya karena dianggap anak-anak sekolah Rangkasbitung lebih senang “berbahasa Baduy”.
Masih Merindukan Nyanyi Pagi Burung Kenari
Tamatlah sudah sekolah di SMP Serang. “Gang” Uwes Qorny ada yang meneruskan pendidikan ke Jakarta, Bogor, dan Rangkasbitung sendiri karena memang kebetulan sudah berdiri SMA.
Kawan-kawan Uwes Qorny yang meneruskan pendidikan ke luar kota itu, misalnya, Netty dan Yatiminah meneruskan pendidikan ke Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP). Koyum, Mulyono, dan Jaka Permadi meneruskan pendidikan ke Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) di Bogor, dan Siti Kaniah ke SGA Serang.
Kusnadi meneruskan sekolah ke kehutanan di Bogor dan Hidayat Bawadi meneruskan pendidikan ke sekolah kehakiman di Malang. Lalu ke mana Tutah Maftutah meneruskan pendidikannya? Ke SKTK di Jakarta bersama Wawa.
Siapa Tutah? Itu dia, anak gadis yang sering di-pacar-kan dengan Uwes Qorny. “Ah, padahal mah tidak demikian,” kata Uwes Qorny kemudian. Cinta bertepuk sebelah tangan, atau orang Sunda bilang “cau ambon dikorangan”? Meureun!
Di SMA Rangkasbitung yang baru berdiri, ada jurusan A, B, dan C. Uwes Qorny dan kawan-kawan memilih jurusan C (sosial ekonomi). Tidak tertarik mengikuti jejak teman-teman lain yang meneruskan pendidikan ke luar kota? Uwes Qorny memilih Rangkasbitung saja, kota yang “mengasuh”nya setelah “diasuh” Pantai Selatan. Rupanya, Uwes Qorny, masih merindukan nyanyi pagi di bawah pohon kenari.
Pidato Perpisahan
Dalam acara perpisahan, Uwes Qorny dipercaya berpidato untuk mewakili kelas III SMP Negeri. PD saja. Soalnya, ini kesempatan tampil di muka umum, tampil untuk meniru gaya pidato Bung Karno – barangkali.
Mengapa Uwes Qorny dipercayai mewakili kelas III? Soalnya, sebelumnya Uwes Qorny pernah tampil di hadapan para guru, berpidato, memakai celana pendek, pada acara muhibah SMPN Negeri I Rangkasbitung ke SMP Negeri Pandeglang.
Boleh jadi, para guru menilai, Uwes Qorny cukup cakap dan cakep kalau berpidato. Padahal, ketika berpidato di hadapan para guru itu, sebelumnya Uwes Qorny tidak pernah mempersiapkan diri, apalagi latihan berpidato.
Pelajaran berpidato, tidak ada dalam pelajaran formal, kecuali kalau kebetulan saja dipaksa keadaan. Para guru mempercayakan berpidato, sampai kini, kepada anak-anak yang sudah biasa saja.
Biasanya, keterampilan berpidato terasah dan terasuh kalau anak-anak aktif di organisasi, di OSIS misalnya. Perlukah berpidato dimasukkan dalam kurikulum?
Ah, tanpa pelajaran dalam kurikulum pun banyak yang kemudian jadi ahli pidato, orator, atau bahkan provokator. Orang yang fasih berpidato ketika itu, selain Ukat Induskat (kakak Uwes Qorny), juga Farid Mukim (pernah jadi ketua NU dan sekaligus ketua DPD Golkar Lebak).
Suatu hari, Abah - demkian Farid Mukim biasa dipanggil - mengaku bersyukur atas kepercayaan umat kepadanya. Soalnya, di Jawa Barat (dan Banten ketika itu masih ada di dalamnya), hanya ada satu-satunya orang yang merangkap jabatan ketua DPD Golkar yang sekaligus ketua NU setempat.
Hikmahnya, diakui Abah, Golkar dan NU amat mesra di sini, ketika itu, melebihi kemesraan di tempat lain.Abah pernah beberapa kali duduk di DPRD Lebak. Kini, Abah sudah meninggal dunia. Banyak orang yang terkenang, dan terkesan oleh pidato Abah yang menggebu-gebu, dan suaranya yang tinggi.
4. POLITISI KECIL
Menurunkan Palu Arit
Tubuh Uwes Qorny, agaknya, sudah dirasuki politik sejak kecil. Sudah tahu perbedaan makna bulan bintang dan palu arit. Semua itu, boleh jadi, berkat hobby membaca sejak kecil.
Suatu hari pada hari-hari kampanye pemilu 1955, ada gambar palu arit di atas sebuah pohon yang besar, di Balong Rancalentah. Darah politisi kecil ini naik, mendidih. Maka, naiklah Uwes Qorny ke pohon besar itu, dan mengganti palu arit (lambang PKI) dengan bulan bintang (lambang Masyumi).
Padahal, ketika itu, PKI termasuk organisasi peserta pemilu yang sah. Sebodo amat! Bangga sudah mampu menurunkan palu arit dan menggantinya dengan bulan bintang? Begitulah! Politisi kecil ini mulai beraksi “popolitikan”, meski belum tahu banyak – atau belum banyak tahu – tentang hakikat politik.
Khusus 17 Tahun ke Atas
Pada kesempatan lain, ada kabar bahwa Mister Kasman Singodimejo dari Masyumi akan berkampanye di Rangkasbitung, di bioskop Kami. Uwes Qorny memburu kampanye Masyumi itu. Semangat.
Sayang, tidak boleh masuk karena masih kecil. Mirip nonton bioskop, tertutup untuk anak-anak di bawah umur 17 tahun. Pidato kampanye itu khusus untuk 17 tahun ke atas. Uwes Qorny ingin masuk, misalnya mengaku sudah berumur 17 tahun? Ah, tidak mungkin karena tampak ABG.
Meski begitu, Uwes Qorny ngintip kampanye itu dari luar saja, menyimak pidato kampanye Mister Kasman Singodimejo. Uwes Qorny memahami pidato politik Mister Kasman Singodimejo? “Ah, suka saja,” kata Uwes Qorny kemudian. Orator yang dikagumi Uwes Qorny, K.H.M. Isa Anshary.
Hasil pemilu tingkat nasional ketika itu bagaimana? Pemilu yang diikuti puluhan parpol itu (mirip pemilu 1999 lalu) “mencetak” empat parpol besar : PNI, Masyumi, NU dan PKI. Di Lebak, Masyumi memperoleh suara terbanyak, 9 kursi dan PNI 8 kursi. Partai lainnya, seperti NU, PSII, IPKI, dan PKI hanya memperoleh 2 kursi.
Bioskop tempat kampanye itu kini sudah tidak ada, sudah berubah jadi hotel. Zaman kini, tidak ada lagi bioskop di Rangkasbitung, mungkin karena terdesak si Kotak Ajaib, “bioskop” yang masuk ke rumah-rumah.
Sekaligus saja, film atau iklan yang berbau esek-esek pun leluasa beraksi. Pengaruh negatif televisi lebih besar dari pengaruh negatif film bioskop? Belum ada penelitian.
Aduh,…Menginterogasi Pak Guru!
Anak-anak Pasukan Khusus (Passus) KAPPI “mengamankan” seorang guru, seorang kepala sekolah. Suatu pagi usai salat Subuh, Uwes Qorny diminta teman-temannya datang ke Polres Lebak untuk memeriksa Pak Guru itu.
Setelah diberi tahu, Pak Guru yang harus diperiksa itu ternyata bekas gurunya sendiri, dan selama ini selalu dihormatinya. Uwes Qorny mengaku berat sekali. Pak Guru itu sering berbaik hati, baik kepada dirinya maupun kepada teman-temannya.
“Kalau bukan karena panggilan kejuangan, saya tidak mau menginterogasi guru yang sebelumnya amat dihormati itu,” kata Uwes Qorny. Aduh,...harus menginterogasi Pak Guru!
Di ruang pemeriksaan Polres Lebak, Pak Guru yang akan diperiksa Uwes Qorny sudah ada, didampingi seorang polisi dari Satuan Intel Polres setempat. Polisi itu, ternyata lawan Uwes Qorny di lapangan hijau, namanya Memed (kini alm.). Di lapangan hijau jadi lawan, di kantor polisi, bolehlah jadi teman.
Pak Guru itu memang dilaporkan sering menyudutkan Angkatan 66 - dan karenanya “diamankan” Passus KAPPI. “Bahwa harga-harga naik gara-gara KAPPI. KAPPI itu seperti garong – suka menculik pada waktu tengah malam”. Demikian antara lain provokasi Pak Guru itu, seperti diungkapkannya, suatu hari, di hadapan anak-anak SMP II Rangkasbitung.
“Mengapa Bapak menghasut anak-anak sekolah seperti itu. Sebagai seorang pendidik, Bapak sebenarnya tidak perlu berbicara begitu, “ kata Uwes Qorny, dengan nada bertanya, sopan sekali. Tampak, kedua tangan Pak Guru gemetar, wajahnya pucat pula, setelah mendengar pertanyaan dari bekas muridnya ini. Boleh jadi, Pak Guru bingung menjelaskannya, susah menjawabnya, atau mungkin menyesal.
Apa yang terjadi di luar pada hari-hari berikutnya? Ternyata, isu berkembang bahwa Uwes Qorny memeriksa bekas gurunya. Ketika itu, banyak guru yang cemas akibat ulah politisi ABG ”Sandekala” ini. “Saya tidak berlaku berlebihan. Saya hanya bertanya saja, “ kata Uwes Qorny kemudian. Pak Guru itu, seorang kepala SMP II Rangkasbitung, yang – menurut Uwes Qorny – tampaknya pro-PNI dan berpaham Kejawen. Uwes Qorny sendiri, pro-Masyumi. Lihat saja, berani mengganti palu arit dengan bulan bintang, meski “interogasi” terhadap Pak Guru yang dihormatinya itu karena menyangkut klarifikasi Angkatan 66, bukan soal PNI atau Masyumi.
Islam Atau Pancasila?
Pak Guru itu mengajar sejarah di SMA Negeri I Serang, tetapi materi ulangannya ternyata politik. Uwes Qorny, sang politisi ABG ini mulai kritis. "Ah, biarlah, isi saja, tidak usah protes. Cukup jadi catatan saja, " pikir Uwes Qorny yang ketika itu masih duduk di kelas I.
Pertanyaan ulangan itu begini. Pertama, Saudara setuju mana, Islam atau Pancasila sebagai dasar negara? Pertanyaan kedua, Pemerintah sedang mengadakan ishlah (damai) dengan PRRI. Saudara setuju?
Ketika itu, di Bandung, memang sedang dibahas mengenai dasar negara, pada sidang konstituante. Hebat, anak-anak diajak berpikir politik, soal yang fundamental pula : dasar negara. Jawaban Uwes Qorny di kertas ulangan? Islam saja.
Sebab, menurut ijtihadnya, berdasarkan bacaan dari koran dan pidato-pidato politik M. Natsir, Hamka, dan K.H.M. Isa Anshary, Islam memelihara toleransi, Islam mengakui hak-hak pemeluk agama lain meski minoritas. Soal nomor dua, ishlah, Uwes Qorny menjawab setuju 100 persen.
Seminggu kemudian, kertas jawaban ulangan dibagikan, sekaligus pula Pak Guru mengumumkan perincian anak murid yang memilih Pancasila dan anak murid yang memilih Islam.
Hasil perincian itu, ternyata hanya seorang murid saja yang memilih Islam, tidak lain hanyalah Uwes Qorny. Berontakkah kemudian? Begitulah, tetapi cuma dalam hati. "Saya pikir, Pak Guru ini pasti simpatisan PNI. Sebodo amat. Saya ini anak sekolah, bukan partisan atau kader partai." kata Uwes Qorny.
Pak Guru itu, penilaian Uwes Qarny, kelihatan kental dengan etnik Jawa-nya. Materi sejarah yang diajarkannya, antara lain, sejarah Bizantium, Persia, Mesir Kuno, dan lain-lain. "Pak Guru, itu pertanyaan ideologi politik, bukan sejarah ?" seru Uwes Qorny, juga dalam hati.Soal ishlah, tidak ada masalah. Semua murid memilih jawaban yang sama, setuju, agar negara tidak terpecah-belah.
Oleh Karena Tidak Kompak
Tahun 1957 ada pemilihan kepala daerah Kabupaten Lebak. Calon kuatnya, A.M. Syadeli (kepala Jawatan Penerangan Kabupaten Lebak) dari Masyumi dan Iko Jatmika (kepala Pendidikan Masyarakat Depdikbud Lebak) dari PNI, dan pernah jadi guru.
Pemilihan dimenangkan Iko Jatmika, meski di atas kertas A.M. Syadeli sudah terbaca punya peluang besar. Mengapa A.M. Syadeli kalah, Uwes Qorny diajari politik oleh kakaknya, Abu Naseh (Unin Syarifudin) dari Fraksi Masyumi, bahwa kekompakan antarpartai senafas itu perlu di parlemen. Buktinya, karena parpol Islam tidak kompak, antara lain karena faktor PSII, akhirnya jagoan dari Masyumi kalah dalam pemilihan.
Tidak ada aksi demonstrasi ketika itu, karena sang jagoan kalah? Tidak ada. Mereka lebih dewasa, lebih lega dada dalam berpolitik. Ketika itu, yang ada - barangkali - analisis kekalahan, untuk pelajaran dan pengalaman, bukan untuk pelampiasan dendam. Pelajaran yang harus dipetik : jabatan itu sebagai kehormatan untuk berbuat sesuatu bagi publik.
Dari sini, dari pemilihan kepala daerah Kabupaten Lebak ini, Uwes Qorny dikader politik sang kakak yang memang politisi Masyumi. Dalam soal politik, ketika itu, Uwes Qorny ibarat buah kenari, sedangkan sang kakak pohon kenarinya.
Setelah dewasa, buah kenari itu jadi pohon kenari juga, dan Uwes Qorny terjun ke dunia politik praktis, terutama semasa aktif di PII, Angkatan 66, dan seterusnya.
Boleh jadi, karena banyak membaca koran yang sarat dengan berita politik atau politik berita, lalu masuk ke Fakultas Publisistik, Uwes Qorny akhirnya terdorong juga senang berpolitik praktis.
Wartawan harian Indonesia Raya, Zen Amar, S.H. pernah memberi nasihat, “Anda menyentuh jurnalistik, pasti Anda akan merasakan hangatnya politik”. Kalau ingin merasakan panasnya politik campur duit, cobalah jadi demonstran bayaran. Anda bisa merasakan panas yang sebenarnya, panas sengatan matahari, atau terasa panas karena dikalahkan lawan. Panas yang terakhir ini, panas-nya bara nafsu, yang kalau tidak bisa dibendung, siapa pun Anda bisa membakar kantor parpol, pertokoan, kendaraan, dan lain-lain.
5. SI “KOBOY”
KA Rangkasbitung - Serang
Jangan dibayangkan sudah ada KA Merak Jaya di jalur Rangkasbitung – Serang (kini KA temewah di jalur Jakarta – Rangkasbitung – Merak itu sudah tidak ada lagi). Atau, jangan pula dibayangkan sudah ada kereta rel desel (KRD) atau kereta rel listrik (KRL) di jalur yang sama.
Satu-satunya KA yang menghubungkan Rangkasbitung - Serang (pergi pulang), pada tahun 1950-an itu, tidak lain si “Koboy” atau sebagian orang menyebutnya si “Gomar”.
Lokomotifnya berwarna hitam pekat. Lajunya mengandalkan kekuatan uap. Si “Koboy” dengan setia mengangkut penumpang setiap hari. Termasuk, di antara penumpang itu, puluhan ABG dari Rangkasbitung ke Serang. Mereka tinggal di Rangkasbitung, tetapi bersekolah di Serang. Maklum, ketika itu, di Rangkasbitung belum ada SMA.
Jadi Ketua Organisasi Penumpang KA
Uwes Qorny, salah seorang ABG itu, tergugah rasa keorganisasiannya ketika diajak bergabung mendirikan organisasi pelajar penumpang KA Rangkasbitung – Serang. Ketua pertamanya, Mulyadi, anak Mayor Dudung Padmasukarta.
Setelah itu, ketua dijabat Tamam, orang Kapugeran, berikutnya baru Uwes Qorny. Tidak lama (diserahkan kepada Iyet Afifi) karena pindah sekolah dari Serang ke Rangkasbitung, menyusul bedirinya SMA (1959). Sekadar jadi catatan saja, banyak penumpang yang kemudian jadi suami istri sebagai “berkah” jadi pelanggan KA Rangkasbitung – Serang.
Dari gerbong si “Koboy”, Uwes Qorny menimba pengalaman dan pelajaran tentang manusia dan kemanusiaan. Uwes Qorny terus bergerak, berorganisasi, sampai terakhir jadi “Lokomotif” KPPB, dan sukses menarik “gerbong” Banten bersama-sama tokoh dan rakyat Banten ke gerbang provinsi.
Uwes Qorny tidak sekadar melihat dan merasakan betapa rakyat biasa berjejal dalam angkutan KA, bisa melihat sesak dan mendengar desah “akar rumput”. Benar, nasihat seorang bijak, “Kalau ingin memahami demokrasi, duduklah sebentar saja bersama dengan Plato di perpustakaan dan duduklah lebih lama dengan rakyat di bus-bus kota”. Atau, duduklah lebih lama dalam KA yang sering dijejali penumpang, sehingga sewaktu-waktu gerbong KA itu samar : tempat ikan pindang atau tempat manusia.
6. NOSTALGIA SMA
Latihan Provokasi
Inilah latihan propaganda, latihan meyakinkan orang lain dengan modal pribahasa “lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang lain”. Uwes Qorny mengajak teman-temannya pindah ke Rangkasitung karena SMA sudah dibuka. Uwes Qorny meminta kroninya, Toyo Rakhmat, mengedarkan sirkulir. Isinya, “propaganda”. Siapa-siapa yang siap pindah ke Rangkasbitung harus mengisi formlir. Lumayan, ketika itu, sekitar 30 orang “terprovokasi”, dan mau pindah ke Rangkasitung. Maka, sejak itu, puluhan anak sekolah tidak lagi pergi pulang naik KA Rangkasbitung – Serang, tidak lagi berangkat saat matahari terbit dan pulang saat matahari tenggelam.
Uwes Qorny punya peran besar di sini. Merasa dirugikankah pihak PT KAI? Entahlah! Yang jelas, anak-anak setidak-tidaknya bisa menghemat ongkos. Ini, persis ketika Uwes Qorny berjalan sendiri, tanpa fasilitas kendaraan atau sponsor, saat memprovokasi urang Banten yang laik bangkit lagi memperjuangkan pembentukan Provinsi Banten.
Rawayan Ria dan Tiva Nada
Di tengah-tengah kesibukan belajar di sekolah atau aktif di organisasi, Uwes Qorny dan kawan-kawan sempat pula mendirikan grup band, namanya Band Rawayan Ria. Jangan berharap untuk rekaman atau mencari duit. Ini pelampiasan hobby. Hiburan.
Pemainnya, selain Uwes Qorny, Ohim Ibrahim, Ujang Syakhri, Toyo Herano, Toyo Rakhmat, Indardi, Pelly Sutadidjaja, Suritno, Suharno, Otih, dan Ipah Afifah (dua yang terakhr ini kakak beradik).
Di mana saja mereka tampil? Di mana saja, termasuk di tempat perkawinan, khitanan, atau di tempat keramaian lain. Dibayar? Tidak. Gratis saja, cukup diberi makan sekenyang-kenyangnya.
Lagu-lagu yang dibawakan Rawayan Ria terutama lagu-lagu pop ketika itu, termasuk – misalnya – lagu “Burung Kenari”nya Koes Bersaudara. “Burung kenari/slalu bernyanyi/Di pagi hari/ dan seterusnya. Begitu, antara lain, bunyi lirikanya.
Ada band lain yang kemudian berdiri, di bawah pimpinan Itto Rivano (terakhir Sekda Pandeglang), namanya Tifa Nada. Popularitas Rawayan Ria tampaknya lebih menonjol. Buktinya, Rawayan Ria jadi juara kedua dalam festival band se-Banten di Serang. Band leader-nya, si Kumis, Ujang Syakhri.
Uwes Qorny dan kawan-kawan kemudian membentuk kelompok Ikatan Penggemar Seni Budaya Indonesia (IPSBI). Terpilih pengurusnya, ketua Ohim Ibrahim, wakil ketua Uwes Qorny, dan sekretaris Ii Mufroni.
“Bedol Pamarayan” dan Bu Nunik
Ada Bendung Pamarayan di Kabupaten Serang, tepatnya di Kecamatan Pamarayan. Bendung inilah yang mengatur tata guna air dari Sungai Ciujung dan Ciberang, yang membelah Kabupaten Lebak. Mata air kedua sungai itu ada di perut Gunung Kendeng, Kecamaan Leuwidamar (tanah adat Baduy), Kabupaten Lebak.
Setiap tahun, Bendung Pamarayan itu dibuka, pintu airnya dilepas, dikenal warga dengan nama “Bedol Pamarayan”. Warga setempat ramai-ramai memungut ikan di sungai yang sudah tidak berair itu. Pintu airnya, memang dijebolkan alias, di-bedol-kan (dilepas). Ada “Bedol Pamarayan” suatu hari. Uwes Qorny dan kawan-kawan pergi ke sana. Maklum, acara langka, dan boleh disebut rekreasi setahun sekali. Bagaimana soal sekolah? Inilah akal bulus anak-anak, terutama Uwes Qorny yang mengambil inisiatif menulis pengumuman di papan tulis. Isi pengumuman itu, “Besok hari, anak-anak kelas II C Libur”.
Maka, Uwes Qorny dan kawan-kawan berangkat ke Pamarayan. Tidak diketahui pasti, teman-teman Uwes Qorny mau saja, padahal mereka tahu, gagasan itu bukan datang dari guru, bukan pula datang dari sekolah, melainkan datang dari akal-akalan saja. Bagaimana dengan Bu Nunik, guru Etnologi (ilmu-bangsa-bangsa) yang ketika pagi-pagi masuk kelas, tetapi tanpa murid? Boleh jadi jengkel. Lebih men-jengkel-kan lagi, di papan tulis ada pengumuman hari libur segala.
Uwes Qorny dan kawan-kawan kemudian merasa akan jadi “tersangka” karena tidak masuk kelas dengan sengaja. Pasti diadili Pak Direktur SMAN. Eh, ternyata, aman-aman saja. Rupanya, Ibu Nunik tidak melaporkan kasus anak-anak muridnya yang bengal bengal itu kepada Direktur SMAN. Bu Nunik baik hati? Begitulah. Kalau dilaporkan kepada Direktur SMAN, Uwes Qorny pasti jadi tersangka utama. Dan, anak-anak kelas II C itu kemudian naik semua.
Anak-anak kelas II C ini semuanya tujuh orang, ditambah beberapa orang anak baru yang berasal dari sekolah lain. Mereka adalah Yuyu Rohana, Mimin Aminah, si “bintang” di langit Banten, Ii Sumaryati, Iyoh, Memed, Mohammad Zen, Ceppy Suwandi, dan Ohim Ibrahim. Di antara murid kelas II C itu, ada dua anak yang berkelakukan aneh-aneh : Uwes Qorny dan Toyo Rakhmat.
Debat Koperasi Sekolah
Debat pembentukan koperasi sekolah berlangsung, suatu hari, dipimpin Edi Suryadi, kelas I. Soal yang diperdebatkan menyangkut koperasi yang berbadan hukum, tetapi diurus oleh anak-anak yang belum dewasa, yang masih onbekwaam (perlindungan atau penampunan).
Dalam debat itu, tampil narasumber, Suparno (guru mata pelajaran ekonomi), tetapi jawabannya dianggap tidak memuaskan. Lalu, tampil pula Direktur SMAN Soeminto jadi narasumber. Toyo Rakhmat dan Ohim Ibrahim gencar menyodorkan pertanyaan demi pertanyaan mendasar.
Anak-anak dari jurusan B (paspal = pasti alam) diam saja, jadi penonton, karena memang mereka tidak memahami urusannya, bukan bidang pelajaran mereka. Oleh karena perdebatan guru – murid itu tidak berujung, dan tidak ada keputusan, maka gagasan pembentukan koperasi sekolah itu gagal total.
Persoalannya baru terungkap kemudian. Ternyata, enteng saja. Koperasi sekolah tidak memerlukan badan hukum. Kalau itu terungkap dalam perdebatan sebelumnya, tentu gagasan pembentukan koperasi sekolah akan lancar-lancar saja. Direktur SMAN Soeminto marah karena program koperasi sekolah gagal? Tampaknya, begitu, gara-gara Uwes Qorny dan kawan-kawan.
“Beres, Dak, Isuk Sakola!”
Suatu hari, entah apa alasannya, tiba-tiba kelas III C diliburkan. Lebih dari itu, malah kelas III C disegel segala. Anak-anak menyambut gembira pengumuman libur itu? Malah bertanya-tanya, karena “tak ada hujan tak ada angin sebelumnya”.
Ceritanya, Direktur SMAN kesal karena anak-anak kelas III C sering gaduh, terutama anak-anak perempuan yang sering cerewet. Kantor Direktur SMAN ini hanya dipisahkan dengan dinding bambu dari ruang kelas III C.
Direktur SMAN masuk kelas, dan kelas III C diliburkan selama sepekan. Direktur SMAN itu pun tidak memberi kesempatan bertanya kepada anak-anak.Boleh jadi, kalau ada tanya jawab, khawatir kelak berlanjut pada perdebatan seperti ketika pembentukan koperasi sekolah yang gagal.
Anak-anak kelas III C itu kemudian berkumpul di rumah Yuyu Rohana, di Jalan Patih Derus. Semua bingung. Tidak tahu jalan keluarnya, padahal hari-hari ujian semakin dekat. Kalau ujian tidak lulus, aduh, betapa memalukan dan memilukan. Anak-anak kelas III C bingung. Mereka tidak tahu harus berbuat apa, dan bagaimana…
Di tengah kebingungan itu, Uwes Qorny tampil menyampaikan gagasan, akan menemui langsung Direktur SMAN yang tampaknya sedang ngambek itu. Teman-temannya setuju.
Maka, jadilah Uwes Qorny juru bicara kelas III C, jadi “diplomat” gaya kelas III C. Urusannya, lobby juga, urusan yang menyangkut kebijakan pimpinan tertinggi di sekolah. Lalu, Pergilah Uwes Qorny sendiri ke sekolah, minta izin menemui Direktur SMAN, dan langsung diterima.
Setelah berhadap-hadapan, Uwes Qorny tampil bergaya seorang diplomat. “Begini, Pak! Pertama-tama, kami mohon maaf. Kami menyesal atas kelakuan kami yang kurang disipilin. Kedua, kebijakan Bapak meliburkan sepekan agar ditinjau kembali,” kata Uwes Qorny, lembut dan datar.
Lalu, inilah serangkaian kalimat yang menyodok dan sekaligus membangun kesadaran Direktur SMAN. Kata Uwes Qorny lagi, “Kedua, begini, Pak! Ujian ini merupakan yang kali pertama di SMAN ini. Kalau diliburkan, sungguh kami rugi, padahal hari-hari ujian semakin dekat”. Rupanya, Direktur SMAN ini memahami benar penyesalan anak-anak. Sekaligus pula, Direktur SMAN menghargai niat baik mereka dalam menghadapi ujian SMAN yang memang kali pertama diselenggarakan. Maka, tanpa berpkir panjang lebar, kata Direktur SMAN ketika itu juga, “Besok, masuk lagi!”.
Teman-teman Uwes Qorny menunggu harap-harap cemas. Berhasil atau gagal misi “diplomatik” Uwes Qorny? Jangan-jangan, malah diperpanjang masa liburannya. Rumah Yuyu Rohana pun terasa suram. Anak-anak sedang muram.
Uwes Qorny datang menemui teman-temannya yang sedang menunggu hasil pertemuan dengan Direktur SMAN itu. Hasilnya, “Beres, Dak, isukan sakola!”. Maka, melonjaklah kegirangan anak-anak itu. Misi “diplomatik” Uwes Qorny berhasil. ”Cukup! Pokoknya, besok masuk sekolah lagi!”).
Dengan demikian, masa libur tidak sampai sepekan. Bubarlah perteman di rumah Yuyu Rohana itu. Anak-anak berbunga-bunga, berbahagia, persis seperti burung-burung kenari yang berbangga dan berbahagia saat menyambut sang surya tiba.
Ada yang mengucapkan terima kasih kepada Uwes Qorny? Tidak ada, justru Uwes Qorny berterima kasih karena sudah dipercaya jadi diplomat. “Begitulah gaya Rangkasbitung, gaya Banten. Saya sendiri hanya terdorong oleh rasa kebersamaan,” kata Uwes Qorny.
“Bintang” Di Langit Banten
Ada 15 murid SMAN I Rangkasbitung ketika itu. Mereka generasi pertama. Semua lulus, kecuali Mimin Aminah, murid paling cantik, bahkan paling cantik se-Banten. Oleh karena paling cantik itu, bahkan Uwes Qorny pun tidak berani jatuh cinta.
Ke-tidak lulus-an Mimin, sebenarnya bukan karena banyak angka merah, melainkan ada faktor lain sehingga menjeratnya jadi tidak lulus. Uwes Qorny merasa bertanggung jawab pula atas ke-tidak lulus-an Mimin Aminah itu.
Ceritanya, suatu hari, Uwes Qorny ditugasi Direktur SMAN I Rangkasbitung, Soeminto, untuk mengantar Mimin menemui Kapolres Lebak Rustam Effendi. (Belakangan, Rustam satu mertua dengan Soeminto. Mertua mereka Ibu Ali Sastrawiguna. Soeminto menyunting Betty dan Rustam menyunting Hedy).
Mengapa Mimin dipanggil Kapolres? Soalnya ada temuan mencurigakan berkatian dengan kertas ujian Mimin. Soeminto tahu persis, pertanyaan ujian tidak dijawab semua, banyak yang kosong.
Ketika kertas hasil ujian Mimin diperiksa, ternyata pertanyaan yang semula kosong itu jadi penuh semua. Jawabannya betul pula. Soeminto curiga. Ada apa gerangan dengan gadis - yang dinilai - tercantik di Banten itu?
Kecurigaan Soeminto kemudian terjawab. Orang yang mengisi pertanyaan kosong pun diketahui. Berdasarkan hasil penyelidikan, ternyata, kertas ujian Mimin itu diambil salah seorang guru, guru mata pelajaran tata negara.
Lalu, kertas yang kosong itu dibawa ke rumah Mimin, sekaligus Mimin diminta mengisinya. Oleh karena disuruh Pak Guru, Mimin mau saja. Mengapa Pak Guru begitu? Ah, mudah ditebak, karena bujangan sarjana muda IKIP ini teramat “hogob”, demikian Uwes Qorny menyebut, dan berharap umpan balas cinta Mimin.
Tidak diketahui pasti, apakah ketika itu Mimin sadar atau tidak sadar atas aksi kebaikan Pak Guru itu. Ternyata, buruk bagi Mimin kemudian. Mimin tidak lulus ujian. Sudahlah. Mimin korban ambisi dan mimpi seorang guru? Urusan ujian di sekolah, kemudian jadi urusan di polisi.
Boleh jadi, Mimin dipanggil sebagai saksi, dan Uwes Qorny sebagai saksi-nya saksi. Uwes Qorny mengaku bersedih karena Mimin tidak lulus, sedih bukan karena “hogob”. Uwes Qorny memperoleh pelajaran berharga dari kasus Mimin itu : baha setiap kesalahan adala dosa. Setiap dosa, ada hukumanya.
Ketika acara perpisahan, dalam sebuah upacara yag dihadiri para guru, murid, tokoh masyarakat, dan pejabat, Uwes Qorny ditunjuk sebagai wakil teman-temannya untuk menyampaikan pesan, kesan, dan kenangan.
Pada sambutannya, Uwes Qorny mengingatkan bahwa betapa negeri Lebak tetap memprihatinkan. Kualitas gedung sekolah menyedihkan. Uwes Qorny semangat berpidato, tetapi sedih pula karena Mimin tidak hadir. Mimin tidak lulus dari SMAN, tetapi nasibnya kemudian cukup baik karena dipersunting seorang sarjana wajib militer (wamil) lulusan UI, Gufron Dwipayana. Terakhir, Gufron jadi direktur PFN (Perusahaan Film Negera) dan asisten Mensesneg.
Lama setelah itu, dan setelah kabar Mimin tidak terdengar lagi, tiba-tiba datang berita, Mimin meninggal dunia di Belanda ketika berobat. Penyakit kankernya cukup parah. Uwes Qorny bersedih lagi. Terbayang ketika Mimin jadi “rebutan” saat jadi bintang SMAN I Rangkasbitung, ketika Mimin diantar ke Polres Lebak, ketika Mimin bersedih karena tidak lulus ujian, dan ketika Mimin tidak hadir pada acara perpisahan. Semua jadi kenangan, jadi nostalgia SMAN, meski tanpa gita cinta dari SMA.
Suami Mimin, Brigjen Gufron Dwipayana meninggal dunia tahun 1990-an sebelum Mimin. Presiden Soeharto dan Ibu Tien melayat ke rumah duka ketika Gufron Dwipayana meninggal dunia.
Terbayang di benak Uwes Qorny ketika Mimin berbahagia dipersunting Gufron yang baru saja lulus dari wamil UI. Tidak lulus dari SMAN, tetapi – rasanya – Mimin memperoleh pengganti yang lebih bermakna, jauh lebih berharga dari sekadar selembar ijazah SMAN.
Suatu hari kemudian, dalam perkawinan Uwes Qorny bin K.H. Adra’i – Iece Hilwiah binti Raden Nawawi Wiriatmaja. Ayah Mimin, Kosasih, jadi wakil rombongan calon pengantin wanita, sedangkan yang bertindak wakil rombongan calon pengantin pria, Nafsirin Hadi.
Akad nikah Uwes – Iece berlangsung di Jalan Letnan Muharam, Rangkasbitung, 4 Mei 1974. Babak kehidupan lajang Uwes Qorny dipangkas, dan mulai masuk ke babak berikutnya. Uwes Qorny berbahagia. Pucuk kenari pun bernyanyi.
Uwes Qorny kawin setelah semasa kecil dulu menyaksikan puluhan pasangan calon pengantin dikawinkan. Uwes Qorny, ketika itu, selalu setia mendampingi sang ayah (K.H. Adra’i) yang memang penghulu itu. Oh, beginilah rasanya jadi pengantin!
Menginap di Rumah Bupati
Orang yang menjadi bupati Lebak (karena dulu ada pemisahan kepala daerah dan bupati) ketika itu, Mohammad Saleh, mantan patih Lebak yang pernah pindah ke Sukabumi. Bupati Lebak ini punya anak, Syarif Hidayat, yang kebetulan sesama anggota "gang" Uwes Qorny semasa di SMP dan SMA, bersama Toyo Rakhmat, Saepudin, Toyo Herano, Hidayat Bawadi, Ujang Syakhri, Hartoko, dan lain-lain.
Setelah dewasa, Uwes Qorny dan Syarif Hidayat tetap bersahabat. Kalau orang tua Syarif Hidayat berlibur ke Sukabumi, Uwes Qorny biasa diajak Syarif Hidayat untuk menginap di gedung negara pendopo Kabupaten Lebak. Ketika itu, entahlah, apakah Uwes Qorny pernah mimpi jadi bupati Lebak atau tidak.
Pada hari-hari berikutnya, Uwes Qorny sering diundang ke gedung negara pendopo Kabupaten Lebak, baik untuk sekadar ngobrol maupun untuk menghadiri upacara-upacara resmi. Terlebih-lebih, Bupati Lebak Drs. H. Moch. Yas’a Mulyadi, .M.T.P., yuniornya di KUMALA, terbilang sering mengundangnya.
Almamater
SMAN I Rangkasbitung dengan sendirinya jadi almamater. Bersamaan dengan munculnya sang surya pagi hari, dan nyanyi-nanyi burung di pucuk kenari, di jantung kota Rangkasbitung, sekolah yang terletak di Jalan Pahlawan itu ditinggakan pula. Teman-teman Uwes Qorny pun berpencar, ada yang meneruskan jenjang pendidikan ada pula yang tidak, baik karena kekurangan minat, bekerja, atau karena faktor ekonomi.
Tidak sedikit, pejabat atau pebisnis sukses sekarang ini berasal dari SMAN I Rangkasbitung. Pada waktu-waktu tertentu, mereka mengadakan reuni, berkumpul kembali untuk mengenang masa-masa di SMAN I Rangkasbitung, masa-masa yang indah dan masa-masa yang pahit, atau masa-masa manis campur pahit.
Banyak lulusan SMAN I Rangkasbitung yang kini menyandang gelar doktor, apalagi yang menyandang gelar S-1 nyaris tidak terhitung lagi. Lebih tidak terhitung lagi, lulusannya.
Kini, di Kabupaten Lebak, SMAN sudah ada di beberapa kecamatan. Apa pun, SMAN I Rangkasbitung adalah SMAN perintis. Kalau kemudian sering jadi pilihan pertama lulusan SMP di Kabupaten Lebak sendiri, sangat mungkin karena kualitas dan kredibilitasnya, bukan semata-mata karena yang pertama – barangkali. ☻
pedoman umum BKM STKIP SETIA BUDHI
PEDOMAN UMUM
1. Hakekat dan Pengertian
Pada hakekatnya Perguruan Tinggi bukanlah hanya sebagai lembaga pendidikan tinggi, tetapi juga sebagai salah satu pusat Iptek dan seni yang diperlukan oleh masyarakat. Di lain pihak Iptek ini baru punya makna bagi masyarakat luas bila berguna secara praktis dalam memenuhi kebutuhan dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
Karena itu secara khusus Bhakti Karya Mahasiswa juga dapat diartikan sebagai pengabdian pada Perguruan Tinggi oleh mahasiswanya. Secara singkat pengertian BKM oleh mahasiswa sebagai pengalaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni secara ilmiah dan melembaga dan langsung kepada masyarakat yang akan menikmati manfaatnya. Dirjen DIKTI merumuskan: pengabdian pada masyarakat adalah pengalaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni langsung kepada masyarakat secara melembaga dan melalui metodologi ilmiah sebagai tanggung jawab luhur Perguruan Tinggi dan usaha mengembangkan kemampuan masyarakat sehingga dapat mempercepat tercapainya tujuan pengembangan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable”. Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.
Dengan demikian kegiatan BKM mencakup pengertian-pengertian sebagai berikut:
a. Pemberian jasa pelayanan professional kepada masyarakat.
b. Pemberian bantuan keahlian kepada masyarakat dalam mengidentifikasi masalah dan mencari alternative pemecahannya.
c. Penerapan Iptek dan Seni sebagai produk yang diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
d. Pengembagnan Iptek dan Seni menjadi produk yang langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
2. Tujuan Bhakti Karya Mahasiswa
a. Mempercepat proses peningkatan kemampuan sumber daya manusia sesuai dengan tuntutan dinamika masyarakat.
b. Mempercepat upaya pengembangan masyarakat kearah terbina suatu masyarakat dinamis.
c. Mempercepat upaya pembinaan institusi dan profesi di tengah masyarakat sesuai dengan perkembangan dalam proses modernisasi.
d. Memperoleh umpan balik dan masukan lain bagi Perguruan Tinggi.
Dengan demikian peran BKM dalam pengembangan masyarakat adalah :
a. Jembatan penghubung dunia Iptek dan Seni dengan masyarakat yang membutuhkannya.
b. Menerapkan penerapan Iptek berlandaskan pola pemikiran analitis, berorientasi pada pemecahan masalah yang disertai pandangan ke depan.
c. Berpartisifasi dalam menyelaraskan, memperbaikai dan mengembangkan mutu kehidupan sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.
3. Sifat Kegiatan Bhakti Karya Mahasiswa
a. Dapat berupa atau merintis hal-hal yang baru dengan criteria :
a. Secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
b. Manfaatnya tidak diragukan.
c. Dalam uji coba tidak mengalami kerugian atau akibat negative
b. Dapat pula bersifat sebagai penunjang atau komplementer dan suplementer.
4. Asas-asas Bhakti Karya Mahasiswa
a. Kelembagaan
b. Ilmu alamiah dan amal ilmiah
Ilmu alamiah dalam arti BKM yang diamalkan harus berdasarkan pemikiran yang ilmiah dan professional. Amal ilmiah dalam arti BKM bersifat ilmiah tersebut hendaknya pelaksanaannya bersifat amal atau tidak komersial/mencari keuntungan material.
c. Inisiatif, inovatif, dan kreatif. Dalam arti prakarsa dapat dari civitas akademika atau masyarakat sasaran
d. Kerjasama, kegiatan BKM merupakan usaha bersama Perguruan Tinggi dan pihak-pihak masyarakat yang dibantu, termasuk dalam bidang dana.
e. Manfaat dirasakan langsung oleh masyarakat.
f. Pemecahan masalah (kemandirian) tidak semata-mata bantuan yang bersifat tidak langgeng dan mendatangkan ketergantungan.
g. Kesinambungan, melalui pemantauan dan evaluasi, bila perlu dengan melaksanakan tindak lanjut, sehingga diperoleh benar-benar menunjukkan hasil nyata.
h. Edukatif dan pengembangan, bersifat pengembangan potensi sehingga mampu mandiri.
5. Metode
Berkenaan dengan konsep pelaksanaan BKM, perlu adanya suatu metode yang mampu memberikan kejelasan arah dan proses kegiatan secara keseluruhan. Dihubungkan dengan fungsi dan kedudukan STKIP Setia Budhi Rangkasbitung sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) maka orientasi kegiatan tentunya berhubungan erat dengan misi yang diemban yaitu bagaimana memotivasi masyarakat untuk lebih mengenal, tahu dan memahami arti penting pendidikan dengan keterlibatan penuh masyarakat sebagai komponen utama.
Sesuai dengan orientasi dimaksud maka pelaksanaan BKM tahun ini metode partisipatif dipilih dengan keyakinan bahwa metode ini akan mampu mendorong keikutsertaan setiap pribadi di dalam masyarakat dalam alur proses kegiatan tanpa memandang usia, jenis kelamin, kelas sosial dan latar belakang pendidikan. Termasuk diyakini sangat berguna untuk mendorong keikutsertaan komponen masyarakat yang selama ini kurang berperan dalam proses pembangunan. Metode partisipatif dirancang untuk membangun rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Metoda partisipatif mencoba membuat proses pengambilan keputusan sebagai pekerjaan yang mudah dan menyenangkan, sehingga timbul atmosfir belajar satu sama lain dan mengembangkan rasa saling menghargai atas pengetahuan dan keterampilan orang lain.
Tiap-tiap item kegiatan lebih difokuskan melalui suatu pendekatan yang mempergunakan metode DELBEQ, suatu metode yang diharapkan mampu menjembatani kerangka teoritik mahasiswa dengan kondisi sosial masyarakat dimana melakukan BKM.
Metode DELBEQ adalah suatu metode terintegrasi mengenai penjangkauan masyarakat dengan mengandalkan potensi masyarakat sebagai subjek/pelaku utama perubahan. Metode ini mengandalkan dua pola pemetaan masyarakat sesuai dengan orientasi yang dikehendaki. Berkenaan dengan misi yang telah diuraikan dua arah pendekatan.
Pertama pendekatan Ring-Zone, dimana populasi masyarakat sekitar zone pengembangan menjadi fokus kegiatan dengan tingkat radian dimulai dari 1 KM2, kemudian 5 km2. Dalam setiap kegiatan, dipilih metode yang tepat dan lazim digunakan dalam pemberdayaanmasyarakat secara partisipatif, seperti Metode PRA-ET (Participatory Rural Aprraisal and Education Transformation) menjadi pilihan metode yang dalam pelaksanaannya dilakukan juga penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi setempat. Pendekatan PRA-ET membantu masyarakat merasa lebih percaya diri dan yakin akan kemampuannya untuk berbuat sesuatu untuk menjadikan masyarakatnya lebih baik. Perasaan memiliki keberdayaan dan tumbuhnya kepribadian dalam diri masyarakat, sama pentingnya dengan perbaikan fisik. Dalam implementasinya, dikembangkan instrument cacahan (informal meetings), diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion), serta temu warga (Community Gathering).
Secara lebih terurai bentuk-bentuk pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
PERTEMUAN INFORMAL (INFORMAL MEETINGS), Instrumen ini menjadi bagian penting yang digunakan kelompok kerja mahasiswa terutama untuk memperoleh hasil yang kualitatif yang tidak dapat dicapai oleh dalam FGD maupun community gathering. Melalui instrument ini dapat dilakukan klarifikasi dan konfirmasi data, fasilitasi konflik kepentingan (bila terjadi), serta hal-hal lain guna kelancaran kegiatan. Informal meeting dilakukan secara kondisional, setiap saat dianggap perlu. Dengan instrument ini dapat tetap melakukan improvisasi-improvisasi langkah, terutama dalam upaya ‘mendekati’ warga menuju terbangunnya pemahaman dan kesepakatan.
KUESIONER, Guna memperoleh data awal (baseline data) yang akurat, dirancang format kuesioner yang sederhana namun dapat memenuhi keperluan data yang dibutuhkan. Penyebaran kuesioner dilakukan oleh unsur masyarakat terpilih dengan panduan dari kelompok kerja mahasiswa dengan mengunjungi setiap keluarga dalam jumlah refresentatif
FOCUS GROUP DISCUSSION, Pada tahapan ini, kegiatan diskusi kelompok terfokus dan diarahkan agar terjadinya proses assessment oleh warga dengan menggunakan alat (tools) yang telah dipersiapkan. Alat yang digunakan tersebut berhubungan dengan peringkat kesejahteraan, pemetaan sosial, jalur masalah kependidikan serta perilaku baik/buruk masyarakat yang berhubungan dengan upaya peningkatan pendidikan. Pada pelaksanaannya, dilakukan pemilihan peserta secara acak dan terbatas, yakni 15 sampai 20 orang yang dapat mewakili strata kesejahteraan (kaya, miskin, sedang), sebaran lokasi permukiman, usia serta jenis kelamin (gender).
COMMUNITY GATHERINGS, merupakan instrumen sosialisasi program serta forum untuk menyepakati temuan dan rencana yang dihasilkan dalam FGD yang melibatkan seluruh masyarakat di wilayah ini. Setiap warga memiliki peluang serta hak yang sama untuk turut mengemukakan pendapatnya, kritik dan saran terhadap hasil dari FGD, termasuk penyepakatan rencana tindak lanjutnya.
PELATIHAN, Pada tahapan ini, kelompok masyarakat diberi pelatihan tentang bagaimana mendapat pemahaman tentang organisasi diantaranya administrasi organisasi, administrasi keuangan, dan mekanisme pembuatan aturan main antara kelompok dengan pengguna.
Kedua pendekatan satelit (zona intensifikasi) dengan mengandalkan kecukupan subjek sampai 40 % dari populasi yang dikehendaki.
6. Tahapan Kegiatan
a. Persiapan Mahasiswa
Pembentukan struktur kelompok
Pembuatan kontrak kelompok
Pelatihan dalam kelompok
Perijinan dan perkenalan
b. Pelaksanaan
Observasi dan analisis situasi masyarakat
Perkenalan dan rembug warga
Identifikasi masalah
Refleksi masyarakat (FGD)
Pemetaan swadaya
Perencanaan kegiatan secara partisipatif
Pelaksanaan kegiatan
Penetapan bagaimana kegiatan akan dilakukan
Penetapan waktu pelaksanaan
Penetapan tempat kegiatan
Penetapan partisipan masyarakat
Evaluasi kegiatan dan hasil
c. Pelaporan dan Rencana Tindak Lanjut
Sebagai pertanggung jawaban mahasiswa selaku pelaksana BKM dan individu anggotanya.
Sebagai bahan kajian lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat bagi pengemangan konsep dan terapan.
Sebagai pertanggung jawaban program bagi pemerintah setempat dan masyarakat.
7. Bentuk dan Jenis Kegiatan
Sesuai dengan orentasi yang dikehendaki maka bentuk kegiatan dapat berupa:
a. Pendidikan pada masyarakat: pelatihan, lokakarya, kursus-kursus, penyuluhan, kampanye, percontohan, demontrasi dan pameran.
b. Pelayanan pada masyarakat
Konsultasi
Rujukan kesehatan
Mediasi antar lembaga
c. Pengembangan hasil penelitian
Program kaji tindak atau action research
Penerapan teknologi baru
d. Pengembangan wilayah secara terpadu.
Sedangkan jenis-jenis kegiatan yang dapat dikembangkan antara lain :
1. Pembentukan pusat informasi pendidikan.
a. Paguyuban warga untuk pendidikan
b. Sistem informasi pendidikan
c. Perpustakaan warga
d. Sanggar kesenian warga
2. Indentifikasi Sumber daya pendidikan
a. Tabungan pendidikan
b. Asuransi pendidikan
c. Beasiswa warga
d. Koperasi/arisan pendidikan
e. Teman/orang tua asuh
3. Kampanye sadar pendidikan
a. Penyebaran informasi pendidikan melalui brosur, leaflert, poster, Sticker, spanduk, dsb.
b. Pembentukan dan pengembangan forum peduli pendidikan
c. Penyelenggaraan talk show pendidikan.
4. Kegiatan Pendukung
a. Pelatihan dasar koperasi bagi warga
b. Bhakti lingkungan/penghijauan, kebersihan lingkungan
c. Penyuluhan sadar hukum, kenakalan remaja, gerakan anti narkoba, dsb.
d. Penyuluhan Keluarga Berencana
e. Pembinaan kesehatan swadaya dengan apotik hidup dan pola hidup sehat.
f. Santunan fakir miskin, yaitu piatu, dsb.
g. Pengembangan kegiatan generasi muda, olahraga, kesenian dan kerohanian.
h. Kesadaran bela negara
i. Pemanfaatan air bersih
j. Pembuatan papan informasi warga
8. Penilaian
Penilaian BKM adalah proses penimbangan taraf penguasaan kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan
a. Sifat
Penilaian BKM bersifat obyektif, menyeluruh, membimbing dan kontinyu, dengan pengertian menilai apa adanya mengenai aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap, baik untuk kepentingan perbaikan, pengayaan/pengembangan maupun untuk menempatkan layak tidaknya mahasiswa dinyatakan berhasil/lulus tidaknya dalam BKM.
b. Personalia
Yang berhak memberikan penilaian adalah :
Masyarakat
Dosen Pembimbing
c. Sasaran
Selama mahasiswa melaksanakan BKM, sasaran penilaian diorientasikan pada aspek-aspek :
Persiapan Mahasiswa ; pembentukan struktur kelompok, pembuatan kontrak kelompok, pelatihan dalam kelompok,perijinan dan perkenalan.
Pelaksanaan ; obeservasi dan analisis situai masyarakat, perkenalan dan rembug warga, identifikai masalah, refleksi masyarakat (FGD), pemetaan swadaya, perencanaan kegiatan secara partisipatif, pelaksanaan kegiatan.
d. Prosedur
Penilaian dalam proses
Dalam setiap tahap diadakan penilaian, hasil penelitian dikomunikasikan kepada mahasiswa sehingga mampu memperbaiki kinerja berikutnya. Penilaian ini dilakukan oleh dosen pembimbing atas dasar informasi masyarakat.
Penilaian akhir
Penilaian akhir dilaksanakan pada akhir pelaksanaan BKM dengan menggunakan instrumen penelitian, penilaian dilakukan oleh pengelola BKM.
Obyek penilaian dan pembobotannya
Nilai BKM diperoleh dari kegiatan harian dengan pembobotan seperti berikut ini :
No Aspek Nilai
(N) Bobot
(B) N x B
Persiapan mahasiswa ; pembentukan struktur kelompok, pembuatan kontrak kelompok, pelatihan dalam kelompok, perijinan dan perkendalan 40 %
Pelaksanaan ; obervasi dan analisis situasi masyarakat, perkenalan dan rembug warga, indentifikasi masalah, refleksi masyarakat (FGD), pemetaan swadaya, perencanaan kegiatan secara partisipatif, pelaksanaan kegiatan, penetapan partisipan masyarakat, evaluasi kegiatan dan hasil 50 %
Pelaporan dan rencana kerja tindak lanjut 10 %
Jadi nilai akhir kegiatan =
Nilai BKM merupakan gambaran kemampuan mahaiswa yang dinyatakan dalam bentuk angka (skala 100), sesuai dengan ketentuan sistem penilaian di STKIP Setia Budhi Rangkasbitung, maka nilai BKM yang dinyatakan dalam bentuk angka ditransfer ke dalam bentuk huruf (A, B, C, D dan E). transfer nilai mengikuti ketentuan seperti yang tercantum di bawah ini:
A = 4
B = 3
C = 2
D = 3
E = C (tidak memperoleh SKS)
Mahasiswa yang dinyatakan lulus BKM apabila mencapai nilai sekurang-kurangnya C 92).
Untuk pencantuman nilai dalam data akademik mahasiswa diberlakukan konversi sebagai berikut:
Skor Nilai
3,5 – 4 A
2,5 – 3,4 B
1,5 – 2,5 C
0 – 1,5 D
FORMAT ADMINISTRASI
BKM F.1 : BUKU KEGIATAN HARIAN
No Kegiatan Waktu Tempat Hasil Ket
Dibalik lembar ini terdapat catatan pembimbing
BKM F-2 : STRUKTUR ORGANIGRAM KELOMPOK
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGAKSBITUNG
TAHUN ........
Kelompok : .............................
Lokasi : .............................
Ada baiknya organigram ini juga dibuat skala besar dan dipajang di dinding sekretariat kelompok
BKM F-3 : PRESENTASI ANGGOTA KELOMPOK
DAFTAR RESENSI
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Minggu : ...........................................
Bulang : ...........................................
No Nama Mahasiswa Prodi Kehadiran Ket
1 2 3 4 5 6 7
Daftar resensi diisi sesuai dengan kehadiaran dan tanggal kegiatan menyesuaikan
BKM F- 4: ALOKASI WAKTU KEGIATAN
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ......
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
TIM SCHEDULE
No Kegiatan PJ Waktu Ket
Bulan
Jumlah kolom minggu dan tanggal menyesuaikan
BKM F-5 : BERITA ACARA KEGIATAN
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ......
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
BERITA ACARA
Pada hari ini ................. tanggal ........... bulan .......................... tahun .............
Telah dilaksanakan kegiatan ...................................... oleh kelompok ............. bertempat di ............................ dengan uraian sebagai berikut :
No Uraian Partisipan Hasil
Demikian harap menjadi maklum
...................., ..................., .............
Kegiatan diketahui oleh,
(Nama)
(Jabatan) Penanggung Jawab,
BKM F-6 : OBSERVASI DAN ANALISIS SITUASI MASYARAKAT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
HASIL OBSERVASI
A. Kondisi Kependudukan
No Uraian Sumber Data Ket.
Desa/Kel. Langsung
Jumlah penduduk
Komposisi usia
Penduduk berdasarkan Jen. Kelamin
Penduduk berdasarkan pekerjaan
Jumlah RT
Jumlah RW
B. B. Pendidikan
No Uraian Sumber Data Ket.
Desa/Kel. Langsung
A Sarana & prasarana pendidikan
Sekolah Dasar
Dst.
B Peserta didik
Dst.
C Potensi wajib belajar
C. Potensi Akademik
No Uraian Sumber Data Ket.
Desa/Kel. Langsung
Ekonomi
Sosial
Budaya
Organisasi
Program pemerintah
Bantuan, Dsb.
BKM F-7 : HASIL REMBUG MASYARAKAT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
HASIL REMBUG MASYARAKAT
Dari pelaksana rembug warga tentang pendidikan diketahui :
No Unsur yang hadir Perhatian Ket.
Fisik Non Fisik
...................., ..................., .............
Kegiatan diketahui oleh,
(Nama)
(Jabatan) Penanggung Jawab,
BKM F-8 : HASIL REMBUG MASYARAKAT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
IDENTIFIKASI MASALAH
Dari identifikasi masalah tengan pendidikan diketahui :
No Masalah Faktor Ket.
Penyebab Kondisi
...................., ..................., .............
Kegiatan diketahui oleh,
(Nama)
(Jabatan) Penanggung Jawab,
BKM F-9 : NOTULENSI REFLEKSI MASYARAKAT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
NOTULENSI
No Masalah Uraian
Waktu
Tempat
Peserta
Susunan acara
Pembahasan
Kesimpulan
...................., ..................., .............
Kegiatan diketahui oleh,
(Nama)
(Jabatan) Penanggung Jawab,
BKM F-10 : PEMETAAN SWADAYA
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Kegiatan : ...........................................
C A T A T A N
No Agenda Uraian
1 Pola dan profil masyarakat a. Plotting area
b. Karakter masyarakat
c. Pola pendapatan keluarga
d. Pola pendidikan dalam keluarga
e. Keterlibatan dalam sistem pendidikan
2 Kelompok peduli pendidikan a. Figur-figur relawan
b. Generasi muda yang peduli
c. Keahlian di tengah masyarakat
3 Kegiatan ekonomi a. Struktur mata pencarahairan
b. Lembaga ekonomi
c. Permodalan
4 Potensi sosial budaya a. Kelembagaan
b. Pola aktifitas
c. Cakupan
5 Kebutuhan pendidikan a. Bentuk
b. Kapasistas
c. Penyelenggaraan
d. Peluang pengembangan
...................., ..................., .............
Penanggung Jawab,
BKM F-11 : PERENCANAAN PARTISIPATIF
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Kegiatan : ...........................................
C A T A T A N
No Agenda Uraian
Nama Kegiatan
Skala Prioritas
Partisipan
Waktu
Tempat
Anggaran
Hasil yang diharapkan
Nilai berkelanjutan
...................., ..................., .............
Penanggung Jawab,
BKM F-12 : EVALUASI KEGIATAN
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Kegiatan : ...........................................
EVALUASI KEGIATAN
No Kegiatan Hasil
Kurang Sedang Baik
...................., ..................., .............
Penanggung Jawab,
BKM F-13 : RENCANA KERJA DAN TINDAKAN LANJUT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Kegiatan : ...........................................
RENCANA KERJA DAN TINDAKAN LANJUT
No Agenda Uraian
...................., ..................., .............
Penanggung Jawab,
BKM F-14 : SISTEMATIKA LAPORAN AKHIR
1. Halaman depan
2. Lembar pengesahan pembimbing dan kepala desa/kel/
3. Daftar anggota kelompok
4. Kata Pengantar
5. Daftar isi
6. Daftar table
7. Bab I Pendahuluan
8. Bab II Kondisi umu wilayah
9. Bab III kegiatan dan pembahasan
10. Kesimpulan dan saran
11. Lampiran
a. Format-format isian
b. Photo dokumentasi kegiatan
c. Peta desa/kel
CONTOH HALAMAN MUKA
LAPORAN AKHIR MAHASISWA
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN …….
KELOMPOK : ………………………
LOKASI : ………………………
KEGIATAN : ………………………
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (LP3M)
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
Jl. Budi Utomo, No. 22 L Rangkasbitung 42314
1. Hakekat dan Pengertian
Pada hakekatnya Perguruan Tinggi bukanlah hanya sebagai lembaga pendidikan tinggi, tetapi juga sebagai salah satu pusat Iptek dan seni yang diperlukan oleh masyarakat. Di lain pihak Iptek ini baru punya makna bagi masyarakat luas bila berguna secara praktis dalam memenuhi kebutuhan dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat.
Karena itu secara khusus Bhakti Karya Mahasiswa juga dapat diartikan sebagai pengabdian pada Perguruan Tinggi oleh mahasiswanya. Secara singkat pengertian BKM oleh mahasiswa sebagai pengalaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni secara ilmiah dan melembaga dan langsung kepada masyarakat yang akan menikmati manfaatnya. Dirjen DIKTI merumuskan: pengabdian pada masyarakat adalah pengalaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni langsung kepada masyarakat secara melembaga dan melalui metodologi ilmiah sebagai tanggung jawab luhur Perguruan Tinggi dan usaha mengembangkan kemampuan masyarakat sehingga dapat mempercepat tercapainya tujuan pengembangan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru, yakni yang bersifat “people-centered, participatory, empowering, and sustainable”. Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.
Dengan demikian kegiatan BKM mencakup pengertian-pengertian sebagai berikut:
a. Pemberian jasa pelayanan professional kepada masyarakat.
b. Pemberian bantuan keahlian kepada masyarakat dalam mengidentifikasi masalah dan mencari alternative pemecahannya.
c. Penerapan Iptek dan Seni sebagai produk yang diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
d. Pengembagnan Iptek dan Seni menjadi produk yang langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
2. Tujuan Bhakti Karya Mahasiswa
a. Mempercepat proses peningkatan kemampuan sumber daya manusia sesuai dengan tuntutan dinamika masyarakat.
b. Mempercepat upaya pengembangan masyarakat kearah terbina suatu masyarakat dinamis.
c. Mempercepat upaya pembinaan institusi dan profesi di tengah masyarakat sesuai dengan perkembangan dalam proses modernisasi.
d. Memperoleh umpan balik dan masukan lain bagi Perguruan Tinggi.
Dengan demikian peran BKM dalam pengembangan masyarakat adalah :
a. Jembatan penghubung dunia Iptek dan Seni dengan masyarakat yang membutuhkannya.
b. Menerapkan penerapan Iptek berlandaskan pola pemikiran analitis, berorientasi pada pemecahan masalah yang disertai pandangan ke depan.
c. Berpartisifasi dalam menyelaraskan, memperbaikai dan mengembangkan mutu kehidupan sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.
3. Sifat Kegiatan Bhakti Karya Mahasiswa
a. Dapat berupa atau merintis hal-hal yang baru dengan criteria :
a. Secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
b. Manfaatnya tidak diragukan.
c. Dalam uji coba tidak mengalami kerugian atau akibat negative
b. Dapat pula bersifat sebagai penunjang atau komplementer dan suplementer.
4. Asas-asas Bhakti Karya Mahasiswa
a. Kelembagaan
b. Ilmu alamiah dan amal ilmiah
Ilmu alamiah dalam arti BKM yang diamalkan harus berdasarkan pemikiran yang ilmiah dan professional. Amal ilmiah dalam arti BKM bersifat ilmiah tersebut hendaknya pelaksanaannya bersifat amal atau tidak komersial/mencari keuntungan material.
c. Inisiatif, inovatif, dan kreatif. Dalam arti prakarsa dapat dari civitas akademika atau masyarakat sasaran
d. Kerjasama, kegiatan BKM merupakan usaha bersama Perguruan Tinggi dan pihak-pihak masyarakat yang dibantu, termasuk dalam bidang dana.
e. Manfaat dirasakan langsung oleh masyarakat.
f. Pemecahan masalah (kemandirian) tidak semata-mata bantuan yang bersifat tidak langgeng dan mendatangkan ketergantungan.
g. Kesinambungan, melalui pemantauan dan evaluasi, bila perlu dengan melaksanakan tindak lanjut, sehingga diperoleh benar-benar menunjukkan hasil nyata.
h. Edukatif dan pengembangan, bersifat pengembangan potensi sehingga mampu mandiri.
5. Metode
Berkenaan dengan konsep pelaksanaan BKM, perlu adanya suatu metode yang mampu memberikan kejelasan arah dan proses kegiatan secara keseluruhan. Dihubungkan dengan fungsi dan kedudukan STKIP Setia Budhi Rangkasbitung sebagai Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) maka orientasi kegiatan tentunya berhubungan erat dengan misi yang diemban yaitu bagaimana memotivasi masyarakat untuk lebih mengenal, tahu dan memahami arti penting pendidikan dengan keterlibatan penuh masyarakat sebagai komponen utama.
Sesuai dengan orientasi dimaksud maka pelaksanaan BKM tahun ini metode partisipatif dipilih dengan keyakinan bahwa metode ini akan mampu mendorong keikutsertaan setiap pribadi di dalam masyarakat dalam alur proses kegiatan tanpa memandang usia, jenis kelamin, kelas sosial dan latar belakang pendidikan. Termasuk diyakini sangat berguna untuk mendorong keikutsertaan komponen masyarakat yang selama ini kurang berperan dalam proses pembangunan. Metode partisipatif dirancang untuk membangun rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Metoda partisipatif mencoba membuat proses pengambilan keputusan sebagai pekerjaan yang mudah dan menyenangkan, sehingga timbul atmosfir belajar satu sama lain dan mengembangkan rasa saling menghargai atas pengetahuan dan keterampilan orang lain.
Tiap-tiap item kegiatan lebih difokuskan melalui suatu pendekatan yang mempergunakan metode DELBEQ, suatu metode yang diharapkan mampu menjembatani kerangka teoritik mahasiswa dengan kondisi sosial masyarakat dimana melakukan BKM.
Metode DELBEQ adalah suatu metode terintegrasi mengenai penjangkauan masyarakat dengan mengandalkan potensi masyarakat sebagai subjek/pelaku utama perubahan. Metode ini mengandalkan dua pola pemetaan masyarakat sesuai dengan orientasi yang dikehendaki. Berkenaan dengan misi yang telah diuraikan dua arah pendekatan.
Pertama pendekatan Ring-Zone, dimana populasi masyarakat sekitar zone pengembangan menjadi fokus kegiatan dengan tingkat radian dimulai dari 1 KM2, kemudian 5 km2. Dalam setiap kegiatan, dipilih metode yang tepat dan lazim digunakan dalam pemberdayaanmasyarakat secara partisipatif, seperti Metode PRA-ET (Participatory Rural Aprraisal and Education Transformation) menjadi pilihan metode yang dalam pelaksanaannya dilakukan juga penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi setempat. Pendekatan PRA-ET membantu masyarakat merasa lebih percaya diri dan yakin akan kemampuannya untuk berbuat sesuatu untuk menjadikan masyarakatnya lebih baik. Perasaan memiliki keberdayaan dan tumbuhnya kepribadian dalam diri masyarakat, sama pentingnya dengan perbaikan fisik. Dalam implementasinya, dikembangkan instrument cacahan (informal meetings), diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion), serta temu warga (Community Gathering).
Secara lebih terurai bentuk-bentuk pendekatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
PERTEMUAN INFORMAL (INFORMAL MEETINGS), Instrumen ini menjadi bagian penting yang digunakan kelompok kerja mahasiswa terutama untuk memperoleh hasil yang kualitatif yang tidak dapat dicapai oleh dalam FGD maupun community gathering. Melalui instrument ini dapat dilakukan klarifikasi dan konfirmasi data, fasilitasi konflik kepentingan (bila terjadi), serta hal-hal lain guna kelancaran kegiatan. Informal meeting dilakukan secara kondisional, setiap saat dianggap perlu. Dengan instrument ini dapat tetap melakukan improvisasi-improvisasi langkah, terutama dalam upaya ‘mendekati’ warga menuju terbangunnya pemahaman dan kesepakatan.
KUESIONER, Guna memperoleh data awal (baseline data) yang akurat, dirancang format kuesioner yang sederhana namun dapat memenuhi keperluan data yang dibutuhkan. Penyebaran kuesioner dilakukan oleh unsur masyarakat terpilih dengan panduan dari kelompok kerja mahasiswa dengan mengunjungi setiap keluarga dalam jumlah refresentatif
FOCUS GROUP DISCUSSION, Pada tahapan ini, kegiatan diskusi kelompok terfokus dan diarahkan agar terjadinya proses assessment oleh warga dengan menggunakan alat (tools) yang telah dipersiapkan. Alat yang digunakan tersebut berhubungan dengan peringkat kesejahteraan, pemetaan sosial, jalur masalah kependidikan serta perilaku baik/buruk masyarakat yang berhubungan dengan upaya peningkatan pendidikan. Pada pelaksanaannya, dilakukan pemilihan peserta secara acak dan terbatas, yakni 15 sampai 20 orang yang dapat mewakili strata kesejahteraan (kaya, miskin, sedang), sebaran lokasi permukiman, usia serta jenis kelamin (gender).
COMMUNITY GATHERINGS, merupakan instrumen sosialisasi program serta forum untuk menyepakati temuan dan rencana yang dihasilkan dalam FGD yang melibatkan seluruh masyarakat di wilayah ini. Setiap warga memiliki peluang serta hak yang sama untuk turut mengemukakan pendapatnya, kritik dan saran terhadap hasil dari FGD, termasuk penyepakatan rencana tindak lanjutnya.
PELATIHAN, Pada tahapan ini, kelompok masyarakat diberi pelatihan tentang bagaimana mendapat pemahaman tentang organisasi diantaranya administrasi organisasi, administrasi keuangan, dan mekanisme pembuatan aturan main antara kelompok dengan pengguna.
Kedua pendekatan satelit (zona intensifikasi) dengan mengandalkan kecukupan subjek sampai 40 % dari populasi yang dikehendaki.
6. Tahapan Kegiatan
a. Persiapan Mahasiswa
Pembentukan struktur kelompok
Pembuatan kontrak kelompok
Pelatihan dalam kelompok
Perijinan dan perkenalan
b. Pelaksanaan
Observasi dan analisis situasi masyarakat
Perkenalan dan rembug warga
Identifikasi masalah
Refleksi masyarakat (FGD)
Pemetaan swadaya
Perencanaan kegiatan secara partisipatif
Pelaksanaan kegiatan
Penetapan bagaimana kegiatan akan dilakukan
Penetapan waktu pelaksanaan
Penetapan tempat kegiatan
Penetapan partisipan masyarakat
Evaluasi kegiatan dan hasil
c. Pelaporan dan Rencana Tindak Lanjut
Sebagai pertanggung jawaban mahasiswa selaku pelaksana BKM dan individu anggotanya.
Sebagai bahan kajian lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat bagi pengemangan konsep dan terapan.
Sebagai pertanggung jawaban program bagi pemerintah setempat dan masyarakat.
7. Bentuk dan Jenis Kegiatan
Sesuai dengan orentasi yang dikehendaki maka bentuk kegiatan dapat berupa:
a. Pendidikan pada masyarakat: pelatihan, lokakarya, kursus-kursus, penyuluhan, kampanye, percontohan, demontrasi dan pameran.
b. Pelayanan pada masyarakat
Konsultasi
Rujukan kesehatan
Mediasi antar lembaga
c. Pengembangan hasil penelitian
Program kaji tindak atau action research
Penerapan teknologi baru
d. Pengembangan wilayah secara terpadu.
Sedangkan jenis-jenis kegiatan yang dapat dikembangkan antara lain :
1. Pembentukan pusat informasi pendidikan.
a. Paguyuban warga untuk pendidikan
b. Sistem informasi pendidikan
c. Perpustakaan warga
d. Sanggar kesenian warga
2. Indentifikasi Sumber daya pendidikan
a. Tabungan pendidikan
b. Asuransi pendidikan
c. Beasiswa warga
d. Koperasi/arisan pendidikan
e. Teman/orang tua asuh
3. Kampanye sadar pendidikan
a. Penyebaran informasi pendidikan melalui brosur, leaflert, poster, Sticker, spanduk, dsb.
b. Pembentukan dan pengembangan forum peduli pendidikan
c. Penyelenggaraan talk show pendidikan.
4. Kegiatan Pendukung
a. Pelatihan dasar koperasi bagi warga
b. Bhakti lingkungan/penghijauan, kebersihan lingkungan
c. Penyuluhan sadar hukum, kenakalan remaja, gerakan anti narkoba, dsb.
d. Penyuluhan Keluarga Berencana
e. Pembinaan kesehatan swadaya dengan apotik hidup dan pola hidup sehat.
f. Santunan fakir miskin, yaitu piatu, dsb.
g. Pengembangan kegiatan generasi muda, olahraga, kesenian dan kerohanian.
h. Kesadaran bela negara
i. Pemanfaatan air bersih
j. Pembuatan papan informasi warga
8. Penilaian
Penilaian BKM adalah proses penimbangan taraf penguasaan kemampuan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan
a. Sifat
Penilaian BKM bersifat obyektif, menyeluruh, membimbing dan kontinyu, dengan pengertian menilai apa adanya mengenai aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap, baik untuk kepentingan perbaikan, pengayaan/pengembangan maupun untuk menempatkan layak tidaknya mahasiswa dinyatakan berhasil/lulus tidaknya dalam BKM.
b. Personalia
Yang berhak memberikan penilaian adalah :
Masyarakat
Dosen Pembimbing
c. Sasaran
Selama mahasiswa melaksanakan BKM, sasaran penilaian diorientasikan pada aspek-aspek :
Persiapan Mahasiswa ; pembentukan struktur kelompok, pembuatan kontrak kelompok, pelatihan dalam kelompok,perijinan dan perkenalan.
Pelaksanaan ; obeservasi dan analisis situai masyarakat, perkenalan dan rembug warga, identifikai masalah, refleksi masyarakat (FGD), pemetaan swadaya, perencanaan kegiatan secara partisipatif, pelaksanaan kegiatan.
d. Prosedur
Penilaian dalam proses
Dalam setiap tahap diadakan penilaian, hasil penelitian dikomunikasikan kepada mahasiswa sehingga mampu memperbaiki kinerja berikutnya. Penilaian ini dilakukan oleh dosen pembimbing atas dasar informasi masyarakat.
Penilaian akhir
Penilaian akhir dilaksanakan pada akhir pelaksanaan BKM dengan menggunakan instrumen penelitian, penilaian dilakukan oleh pengelola BKM.
Obyek penilaian dan pembobotannya
Nilai BKM diperoleh dari kegiatan harian dengan pembobotan seperti berikut ini :
No Aspek Nilai
(N) Bobot
(B) N x B
Persiapan mahasiswa ; pembentukan struktur kelompok, pembuatan kontrak kelompok, pelatihan dalam kelompok, perijinan dan perkendalan 40 %
Pelaksanaan ; obervasi dan analisis situasi masyarakat, perkenalan dan rembug warga, indentifikasi masalah, refleksi masyarakat (FGD), pemetaan swadaya, perencanaan kegiatan secara partisipatif, pelaksanaan kegiatan, penetapan partisipan masyarakat, evaluasi kegiatan dan hasil 50 %
Pelaporan dan rencana kerja tindak lanjut 10 %
Jadi nilai akhir kegiatan =
Nilai BKM merupakan gambaran kemampuan mahaiswa yang dinyatakan dalam bentuk angka (skala 100), sesuai dengan ketentuan sistem penilaian di STKIP Setia Budhi Rangkasbitung, maka nilai BKM yang dinyatakan dalam bentuk angka ditransfer ke dalam bentuk huruf (A, B, C, D dan E). transfer nilai mengikuti ketentuan seperti yang tercantum di bawah ini:
A = 4
B = 3
C = 2
D = 3
E = C (tidak memperoleh SKS)
Mahasiswa yang dinyatakan lulus BKM apabila mencapai nilai sekurang-kurangnya C 92).
Untuk pencantuman nilai dalam data akademik mahasiswa diberlakukan konversi sebagai berikut:
Skor Nilai
3,5 – 4 A
2,5 – 3,4 B
1,5 – 2,5 C
0 – 1,5 D
FORMAT ADMINISTRASI
BKM F.1 : BUKU KEGIATAN HARIAN
No Kegiatan Waktu Tempat Hasil Ket
Dibalik lembar ini terdapat catatan pembimbing
BKM F-2 : STRUKTUR ORGANIGRAM KELOMPOK
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGAKSBITUNG
TAHUN ........
Kelompok : .............................
Lokasi : .............................
Ada baiknya organigram ini juga dibuat skala besar dan dipajang di dinding sekretariat kelompok
BKM F-3 : PRESENTASI ANGGOTA KELOMPOK
DAFTAR RESENSI
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Minggu : ...........................................
Bulang : ...........................................
No Nama Mahasiswa Prodi Kehadiran Ket
1 2 3 4 5 6 7
Daftar resensi diisi sesuai dengan kehadiaran dan tanggal kegiatan menyesuaikan
BKM F- 4: ALOKASI WAKTU KEGIATAN
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ......
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
TIM SCHEDULE
No Kegiatan PJ Waktu Ket
Bulan
Jumlah kolom minggu dan tanggal menyesuaikan
BKM F-5 : BERITA ACARA KEGIATAN
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ......
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
BERITA ACARA
Pada hari ini ................. tanggal ........... bulan .......................... tahun .............
Telah dilaksanakan kegiatan ...................................... oleh kelompok ............. bertempat di ............................ dengan uraian sebagai berikut :
No Uraian Partisipan Hasil
Demikian harap menjadi maklum
...................., ..................., .............
Kegiatan diketahui oleh,
(Nama)
(Jabatan) Penanggung Jawab,
BKM F-6 : OBSERVASI DAN ANALISIS SITUASI MASYARAKAT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
HASIL OBSERVASI
A. Kondisi Kependudukan
No Uraian Sumber Data Ket.
Desa/Kel. Langsung
Jumlah penduduk
Komposisi usia
Penduduk berdasarkan Jen. Kelamin
Penduduk berdasarkan pekerjaan
Jumlah RT
Jumlah RW
B. B. Pendidikan
No Uraian Sumber Data Ket.
Desa/Kel. Langsung
A Sarana & prasarana pendidikan
Sekolah Dasar
Dst.
B Peserta didik
Dst.
C Potensi wajib belajar
C. Potensi Akademik
No Uraian Sumber Data Ket.
Desa/Kel. Langsung
Ekonomi
Sosial
Budaya
Organisasi
Program pemerintah
Bantuan, Dsb.
BKM F-7 : HASIL REMBUG MASYARAKAT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
HASIL REMBUG MASYARAKAT
Dari pelaksana rembug warga tentang pendidikan diketahui :
No Unsur yang hadir Perhatian Ket.
Fisik Non Fisik
...................., ..................., .............
Kegiatan diketahui oleh,
(Nama)
(Jabatan) Penanggung Jawab,
BKM F-8 : HASIL REMBUG MASYARAKAT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
IDENTIFIKASI MASALAH
Dari identifikasi masalah tengan pendidikan diketahui :
No Masalah Faktor Ket.
Penyebab Kondisi
...................., ..................., .............
Kegiatan diketahui oleh,
(Nama)
(Jabatan) Penanggung Jawab,
BKM F-9 : NOTULENSI REFLEKSI MASYARAKAT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
NOTULENSI
No Masalah Uraian
Waktu
Tempat
Peserta
Susunan acara
Pembahasan
Kesimpulan
...................., ..................., .............
Kegiatan diketahui oleh,
(Nama)
(Jabatan) Penanggung Jawab,
BKM F-10 : PEMETAAN SWADAYA
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Kegiatan : ...........................................
C A T A T A N
No Agenda Uraian
1 Pola dan profil masyarakat a. Plotting area
b. Karakter masyarakat
c. Pola pendapatan keluarga
d. Pola pendidikan dalam keluarga
e. Keterlibatan dalam sistem pendidikan
2 Kelompok peduli pendidikan a. Figur-figur relawan
b. Generasi muda yang peduli
c. Keahlian di tengah masyarakat
3 Kegiatan ekonomi a. Struktur mata pencarahairan
b. Lembaga ekonomi
c. Permodalan
4 Potensi sosial budaya a. Kelembagaan
b. Pola aktifitas
c. Cakupan
5 Kebutuhan pendidikan a. Bentuk
b. Kapasistas
c. Penyelenggaraan
d. Peluang pengembangan
...................., ..................., .............
Penanggung Jawab,
BKM F-11 : PERENCANAAN PARTISIPATIF
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Kegiatan : ...........................................
C A T A T A N
No Agenda Uraian
Nama Kegiatan
Skala Prioritas
Partisipan
Waktu
Tempat
Anggaran
Hasil yang diharapkan
Nilai berkelanjutan
...................., ..................., .............
Penanggung Jawab,
BKM F-12 : EVALUASI KEGIATAN
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Kegiatan : ...........................................
EVALUASI KEGIATAN
No Kegiatan Hasil
Kurang Sedang Baik
...................., ..................., .............
Penanggung Jawab,
BKM F-13 : RENCANA KERJA DAN TINDAKAN LANJUT
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN ……
Kelompok : ...........................................
Lokasi : ...........................................
Kegiatan : ...........................................
RENCANA KERJA DAN TINDAKAN LANJUT
No Agenda Uraian
...................., ..................., .............
Penanggung Jawab,
BKM F-14 : SISTEMATIKA LAPORAN AKHIR
1. Halaman depan
2. Lembar pengesahan pembimbing dan kepala desa/kel/
3. Daftar anggota kelompok
4. Kata Pengantar
5. Daftar isi
6. Daftar table
7. Bab I Pendahuluan
8. Bab II Kondisi umu wilayah
9. Bab III kegiatan dan pembahasan
10. Kesimpulan dan saran
11. Lampiran
a. Format-format isian
b. Photo dokumentasi kegiatan
c. Peta desa/kel
CONTOH HALAMAN MUKA
LAPORAN AKHIR MAHASISWA
BHAKTI KARYA MAHASISWA
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
TAHUN …….
KELOMPOK : ………………………
LOKASI : ………………………
KEGIATAN : ………………………
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (LP3M)
STKIP SETIA BUDHI RANGKASBITUNG
Jl. Budi Utomo, No. 22 L Rangkasbitung 42314
Langganan:
Postingan (Atom)